Site icon Madurapers

Ribuan Warga Tuntut Pilkades Sampang 2025 Digelar Sesuai Jadwal

Demontrasi Aliansi Banyuates Tangguh (Alibata) menuntut Pilkades Kabupaten Sampang tahun 2025 digelar dan mengusut dugaan praktik jual beli Pj Kepala Desa (Dok. Madurapers, 2025).

Sampang – Ribuan warga yang tergabung dalam Aliansi Banyuates Tangguh (Alibata) menggelar aksi demonstrasi di depan Kantor Kecamatan Banyuates, Sampang, Madura, Rabu (09/04/2025). Mereka menuntut pemerintah tetap menyelenggarakan Pemilihan Kepala Desa (Pilkades) di Kabupaten Sampang pada tahun 2025.

Aksi ini menyebabkan kemacetan parah di jalur nasional Tanjung Bumi – Sumenep akibat tertutupnya arus kendaraan. Demonstrasi tersebut menyoroti potensi penundaan Pilkades serta dugaan praktik transaksional dalam pengangkatan Penjabat (Pj) Kepala Desa.

Para demonstran menolak keras wacana penundaan Pilkades hingga 2027 yang sebelumnya dijadwalkan pada 2025. Penolakan ini dilandasi kekhawatiran terhadap pembajakan hak-hak demokrasi masyarakat desa.

Mereka menyerukan agar Bupati Sampang, H. Slamet Junaidi, segera mengambil sikap tegas dan berpihak kepada aspirasi rakyat. Para peserta aksi menyebut bahwa penundaan akan menciptakan preseden buruk dalam tata kelola pemerintahan desa.

“Masak tahun 2021 ditunda ke 2025, sekarang mau ditunda lagi,” teriak massa dengan nada frustrasi. Penundaan berkepanjangan dianggap sebagai bentuk pengingkaran terhadap komitmen demokrasi lokal.

Hanafi, selaku koordinator aksi, menyampaikan bahwa pelaksanaan Pilkades harus tetap berjalan sesuai jadwal. Ia menyatakan bahwa jika pemerintah kembali menunda, maka Bupati layak disebut sebagai penghianat rakyat.

“Pilkades harus digelar tahun ini, jangan khianati rakyat,” tegas Hanafi dalam orasinya. Ia juga mengecam proses pergantian Pj Kades yang dinilai inkonstitusional dan sepihak.

Menurut Hanafi, pengangkatan dan pemberhentian Pj Kades seharusnya mengikuti Peraturan Bupati Nomor 27 Tahun 2021. Ia menyebut bahwa banyak penggantian dilakukan tanpa evaluasi yang memadai dalam enam bulan masa jabatan.

Lebih jauh, ia mengungkapkan indikasi adanya praktik jual beli jabatan dalam proses tersebut. Bahkan, disebutkan bahwa nilai transaksinya mencapai Rp200 juta untuk satu posisi kepala desa.

“Kalau benar ada jual beli jabatan, KPK harus turun tangan,” ucap Hanafi dengan suara lantang. Ia menilai penundaan Pilkades membuka ruang lebar bagi praktik korupsi struktural.

Aksi semakin memanas ketika massa membakar ban truk di tengah jalan sebagai bentuk protes ekstrem. Ketegangan meningkat saat Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD) Sampang, Sudarmanta, mengumumkan rencana pelaksanaan Pilkades pada tahun 2027.

Pernyataan tersebut langsung memicu kemarahan massa yang mengecam sikap pemerintah daerah. Sudarmanta segera menghindar ke dalam kantor, disambut lemparan botol air mineral dari demonstran.

“Sudarmanta bodoh, masak 143 desa dianggap eceran,” teriak massa dengan emosi memuncak. Mereka menilai pemerintah tidak memberikan solusi konkret dan hanya memperpanjang ketidakpastian.

Sempat terjadi kontak fisik antara beberapa demonstran dan aparat kepolisian, namun kondisi akhirnya berhasil dikendalikan. Dalam aksi tersebut, Hanafi membacakan empat tuntutan utama terkait Pilkades, evaluasi Pj Kades, transparansi pengangkatan, dan penegakan hukum.

Exit mobile version