Jakarta – Wakil Ketua Komisi VII DPR RI Maman Abdurrahman mengatakan Revisi Undang-Undang (RUU) Minyak dan Gas Bumi (Migas) harus menjadi salah satu penopang dan mendorong peningkatan pendapatan negara, Senin (20/3/2023).
Maman berharap, mengutip Parlementaria, Kementerian ESDM ataupun Kementerian Perindustrian dapat diberikan anggaran lebih, seperti halnya Kemenkeu, supaya bisa menghasilkan peningkatan pendapatan negara jauh lebih besar lagi.
Kemenkeu kurang lebih anggaran punya anggaran dalam setahun mencapai Rp35 triliun, sementara Kementerian ESDM hanya Rp6 triliun, sedangkan BPH Migas di level Rp241 miliar.
Menurut Maman, jika memungkinkan anggaran daripada BPH Migas bisa dinaikkan Rp1-2 triliun, sehingga bisa lebih mendapatkan kekuatan ekstra melakukan untuk penindakan dan pengawasan.
“Saya ingin dengan adanya revisi terkait Rancangan UU Migas harus menjadi salah satu penopang pendapatan negara yang pada prinsipnya keberadaan RUU migas di tengah kondisi saat ini harus menjadi salah satu pendorong untuk membangun kesadaran semua pihak.
Pada saatnya nanti Undang-Undang (UUD) yang dilahirkan bisa mendorong peningkatan percepatan pendapatan negara,” demikian dikatakan Maman.
Paparan itu dia sampaikan usai memimpin Tim Kunjungan Kerja Spesifik (Kunspek) Komisi VII DPR RI ke Provinsi Bali, Jumat, (17/3/2023).
Maman menegaskan, negara harus hadir memberikan kemudahan kepada perusahan-perusahaan anak bangsa untuk mendapatkan fasilitas-fasilitas keuangan. Artinya harus ada semangat besar dari negara yang nantinya akan ada elaborasi.
“Pada prinsipnya mungkin pandangan saya belum tentu benar tapi layak diperdebatkan di Komisi VII untuk didiskusikan supaya RUU Migas ini, menjadi suatu UU yang paling paripurna bisa memberikan kemanfaatan dan kemaslahatan sesuai pasal 33 UUD.
Bahwa pada ujungnya sumber kekayaan alam dikuasai oleh negara dan dimanfaatkan untuk sepenuhnya bagi kemaslahatan dan kesejahteraan masyarakat Indonesia,” urai Legislator Dapil Kalimantan Barat I ini.
Di sisi lain, Politisi Partai Golkar ini mendorong Pertamina bisa menjadi salah satu korporasi besar dan mandiri di negara ini. Tidak lagi diberikan privilese yang sangat besar oleh negara yang menyebabkan Pertamina di cap sebagai anak manja.
Pasalnya saat selalu diberikan privilese dampak dari mobilisasi, daya gerak dan daya juang suatu institusi itu akan menjadi lemah. Tanpa disadari cepat atau lambat era pertarungan kedepan di era globalisasi ini pasti mendorong pada semua institusi korporasi untuk bersaing secara kompetitif.
“Ini yang harus dijaga jadi kalo ditanya, saya bukan yang anti sama Pertamina atau BUMN justru saya orang yang sangat sayang dan ingin pertamina dan BUMN bisa segera mempersiapkan diri dalam menghadapi pertarungan global ke depan, adanya semangat untuk menghadapi gejolak-gejolak yang akan dihadapi,” ujarnya.
Maman menekankan pemberian privilese kepada perusahaan Pertamina harus termonitor akan dampak dari pemberian privilese itu sendiri.
Karena pada dasarnya segala hal yang terlalu berlebihan ataupun terlalu memonopoli itu juga tidak baik.
Tetapi di sisi lain tidak boleh mengesampingkan juga bahwa ada aspek prioritas yang memang harus kita berikan kepada salah satu perusahaan anak bangsa.
Pada dasarnya pemberian privilese kepada Pertamina dan perusahaan anak bangsa mungkin diperlukan akan tetapi tidak boleh berlebihan yang diharapkan Pertamina lebih baik lagi kedepannya.
Karena tanpa disadari sekali bahwa pada saat berlebihan memberikan perhatian pada satu institusi maupun satu kelompok dampaknya bukan malah membuat kelompok itu menjadi lebih baik tapi justru akan menjadi lebih lambat gerakannya.
“Akan tetapi apabila didorong pada perusahan-perusahaan anak bangsa untuk terus mampu melakukan latihan-latihan yang bisa memperkuat institusi menjadi lebih baik saya yakin ke depan pertamina ataupun perusahaan-perusahaan anak bangsa menjadi lebih kuat untuk bersaing secara kompetitif,” ucap Maman.