Sumenep – Aliansi Komisariat Korps Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia Putri (Kopri) Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Kabupaten Sumenep, Madura, Jawa Timur, serukan aksi cepat terkait krisis moral.
Diketahui sebelumnya, krisis moral belakangan ini meningkat di kabupaten yang terletak di ujung timur Pulau Madura ini, dengan terungkapnya sejumlah kasus pelecehan seksual di lingkungan sekolah.
Untuk itu, aliansi ini menekankan pentingnya pendidikan sebagai pilar utama pembangunan bangsa dan hak dasar setiap warga negara. Namun, fenomena pelecehan seksual di sekolah menandakan adanya darurat moral dalam sistem pendidikan di Sumenep.
Koordinator Lapangan Aliansi KOPRI PMII Sumenep, Khuzaimah menegaskan pentingnya penanganan kasus pelecehan seksual dilakukan dengan cepat dan serius. Pasalnya, dirinya mengkritisi lemahnya penegakan hukum terhadap pelaku, yang dinilai tidak memberikan efek jera.
“Kurangnya edukasi seksual, ketidakpedulian institusi terhadap laporan korban, dan sanksi yang minim bagi pelaku menjadi penyebab meningkatnya kasus pelecehan seksual. Kami mendesak aparat, termasuk Kapolres Sumenep, untuk segera bertindak cepat,” ungkapnya, Kamis (12/09/2024).
Lebih lanjut, ia juga menuntut agar Peraturan Daerah (Perda) Kabupaten Layak Anak (KLA) Nomor 4 Tahun 2022 dan Perda Nomor 7 Tahun 2011 tentang lembaga layanan di Sumenep dijalankan dengan baik, sehingga hak-hak anak dan korban dapat terlindungi.
“Kami mendesak agar penyidikan dilakukan secara transparan dan korban diberikan kuasa hukum yang memadai,” tegas Khuzaimah.
Khuzaimah berharap, ada langkah tegas dari pihak terkait dapat menciptakan lingkungan pendidikan yang aman dan kondusif bagi proses belajar-mengajar.
Sementara itu, Wakapolres Sumenep Kompol Trie Sis Biantoro menegaskan bahwa pihaknya serius menangani kasus ini dan memastikan seluruh prosedur hukum berjalan dengan benar.
“Surat penetapan tersangka sudah disampaikan kepada keluarga. Kami memastikan semua proses hukum dijalankan sesuai aturan yang berlaku,” ujar Kompol Biantoro.
Ia juga menyebut pentingnya koordinasi lintas sektor dalam menangani kasus pelecehan seksual serta menjamin keadilan bagi para korban. Kompol Biantoro menambahkan bahwa Polres Sumenep secara aktif melakukan sosialisasi kepada masyarakat terkait bahaya kekerasan seksual.
“Kami sering dilibatkan sebagai narasumber dalam berbagai kegiatan masyarakat untuk meningkatkan kesadaran akan isu ini,” jelasnya.
Dinas Pendidikan Sumenep, lanjut Biantoro, masih menunggu salinan surat penetapan tersangka dari Kejaksaan Negeri Sumenep.
“Namun, sebagai alternatif, Dinas Pendidikan dapat meminta salinan surat tersebut melalui Polres dengan persetujuan keluarga tersangka,” pungkasnya.
Sebatas informasi tambahan, dalam beberapa bulan terakhir, laporan mengenai kasus pelecehan seksual yang melibatkan guru dan siswa di Kabupaten Sumenep terus meningkat.
Kasus-kasus tersebut mencakup pelecehan verbal, fisik, hingga kekerasan seksual yang melibatkan korban dari berbagai latar belakang.
Beberapa kasus yang mencuat antara lain:
1. Kasus pencabulan oleh seorang guru di SD Kebonangung, yang masih dalam proses hukum;
2. Kasus perselingkuhan seorang guru di desa Rubaru, yang telah dipindah tugaskan dan masih dalam koordinasi dengan P3A;
3. Kepala sekolah di desa Pinggir Papas yang dinonaktifkan akibat kasus perselingkuhan;
4. Seorang ibu yang berprofesi sebagai guru menjual anaknya kepada selingkuhannya, yang merupakan kepala sekolah di Kalianget;
5. Kasus perselingkuhan yang melibatkan guru SD Pajagalan 1 yang belum terselesaikan.