Jakarta – Di era transisi Pemerintahan Orde Lama (ORLA) ke Pemerintahan Orde Baru (ORBA) terdapat suatu ketetapan MPRS yang menentukan pergeseran rezim pemerintahan di Indonesia, Sabtu (11/01/2025).
Ketetapan MPRS itu adalah TAP MPRS Nomor 33 Tahun 1967 tentang Pencabutan Kekuasaan Pemerintahan Negara dari Presiden Sukarno.
TAP MPRS tersebut akhir-akhir ini kembali ramai diperbincangkan publik di pelbagai platfrom media sosial. TAP MPRS ini menjadi sorotan publik karena ketentuannya merubah konstelasi kekuasaan pemerintahan yang melahirkan pro-kontra di masyarakat Indonesia.
Bebas dari perbedaan pandangan, lalu pertanyaannya adalah: apa isi sebenarnya TAP MPRS tersebut? Berikut penjelasannya dari sudut pandang Redaksi Madurapers atas teks TAP MPRS Nomor 33 Tahun 1967.
Dalam TAP MPRS tersebut mencabut kekuasaan pemerintahan negara dari Presiden Sukarno dan mengangkat Jenderal Soeharto sebagai pejabat presiden.
Maksud dari kekuasaan pemerintahan yang dicabut mengacu pada Undang-Undang Dasar 1945 dan penjelasannya. Jenderal Soeharto, sebagai pengemban TAP MPRS No. IX/MPRS/1966, ditetapkan sebagai pejabat presiden hingga pemilu berikutnya.
Alasan pencabutan kekuasaan tersebut, TAP MPRS ini menyatakan bahwa karena Sukarno tidak memenuhi pertanggungjawaban konstitusional sebagai mandataris MPRS. Hal ini dianggap melanggar kewajiban yang diatur dalam UUD 1945.
Selain itu, Sukarno juga dinyatakan tidak mampu menjalankan haluan dan putusan MPRS. Ketetapan ini menegaskan bahwa hal tersebut melanggar mandat konstitusi yang diberikan kepadanya.
Ketetapan ini juga melarang Sukarno melakukan kegiatan politik hingga pemilu dilaksanakan. Semua mandat dan kekuasaan pemerintahan yang diatur dalam UUD 1945 ditarik kembali darinya.
Sebagai pengganti, MPRS mengangkat Jenderal Soeharto berdasarkan Pasal 8 UUD 1945. Soeharto diberikan mandat hingga presiden baru terpilih melalui hasil pemilu.
Pejabat presiden yang ditunjuk wajib tunduk dan bertanggung jawab kepada MPRS. Ketetapan ini sekaligus mengesahkan TAP MPRS No. XV/MPRS/1966.
Masalah hukum terkait Sukarno diserahkan kepada pejabat presiden. Penyelesaiannya harus sesuai hukum, demi menegakkan keadilan dan hukum.
Ketetapan ini berlaku surut mulai 22 Februari 1967, meskipun ditetapkan secara resmi pada 12 Maret 1967. Langkah ini menunjukkan urgensi perubahan kepemimpinan kala itu.
Ketua MPRS saat itu, Jenderal TNI Dr. A.H. Nasution, memimpin pengesahan ketetapan ini. Bersama beberapa wakil ketua, ia memastikan ketetapan ini sesuai prosedur.
TAP MPRS No. 33/1967 menjadi tonggak sejarah penting dalam transisi kepemimpinan Indonesia. Peralihan kekuasaan ini membawa Indonesia ke era baru di bawah kendali Soeharto.
Dengan ketetapan tersebut, Indonesia memasuki masa pemerintahan baru, yakni Orde Baru. TAP ini juga menunjukkan dinamika politik dan hukum pada masa awal Orde Baru.