Bangkalan – Supremasi hukum (rule of law) merupakan inti dari demokrasi (democracy), karena negara demokrasi menerapkan pembatasan kekuasaan politik/pemerintahan, yang diatur dalam konstitusi, Kamis (28/12/2023).
Lemahnya supremasi hukum, rezim politik/pemerintahan menjadi tak terkontrol, alias otoriter atau totaliter. Supremasi hukum ini di Indonesia menjadi salah satu agenda penting reformasi yang harus ditegakkan.
Menurut International IDEA, variabel supremasi hukum ini adalah: (1) independensi peradilan (judicial independence), (2) tidak adanya korupsi (absence of corruption), (3) penegakan yang dapat diprediksi (predictable enforcement), dan (4) integritas dan keamanan personal (personal integrity and security).
Dalam survey Indeks Keadaan Demokrasi Global (Global State of Democracy) International IDEA 2023, ketahanan supremasi hukum di Indonesia periode 1999–2022 trend-nya mengalami peningkatan.
Pada tahun 1999 nilai skornya di Indonesia sebesar 0.73 poin dan tahun 2022 meningkat menjadi 0.74 poin. Namun, nilai skor peningkatannya tahun 1999–2022 hanya sebesar 0.01 poin. Dengan demikian, berdasarkan nilai skornya ketahanannya menguat, tapi kategori (klasifikasi) ketahanannya konstan di level cukup tinggi.
Nilai skornya pada era Pemerintahan Gus Dur–Megawati (1999–2004) 0.73–0.70 poin, era Pemerintahan SBY (2004–2014) 0.70–0.76 poin, dan era Pemerintahan Jokowi (2014–2022) 0.76–0.74 poin.
Tampak pada data survey International IDEA tersebut, skor supremasi hukum di Indonesia era Pemerintahan Gus Dur–Megawati dan Pemerintahan Jokowi trend-nya menurun, sedangkan era Pemerintahan SBY trend-nya meningkat.
Penurunan skornya era Pemerintahan Gus Dur–Megawati sebesar 0.03 poin dan Pemerintahan Jokowi sebesar 0.02 poin. Peningkatan skornya era Pemerintahan SBY sebesar 0.06 poin.
Capaian skor tertinggi era Pemerintahan Gus Dur–Megawati 0.73 poin dan terendah sebesar 0.70 poin. Era Pemerintahan SBY skor tertinggi sebesar 0.76 poin dan terendah 0.70 poin. Era Pemerintahan Jokowi skor tertinggi sebesar 0.76 poin dan terendah 0.72 poin.
Capaian skor tertinggi supremasi hukum terjadi di era Pemerintahan SBY dan Jokowi. Namun sayang, pada tahun 2019–2022 terus mengalami penurunan signifikan.
Meski tidak berdampak pada status ketahanannya di Indonesia, kondisi ini sedikit banyak berdampak pada status ketahanan demokrasi di Indonesia. Buktinya terlihat pada data Freedom in the World (FIW) Freedom House tahun 2023, dimana era Pemerintahan SBY status rezimnya adalah full demokrasi (free) kemudian menurun menjadi setengah demokrasi (partly free) era Pemerintahan Jokowi.
Capaian status full demokrasi ini terjadi pada tahun 2005-2012, dengan nilai skor kebebasannya (freedom) mencapai 2.5 poin. Skor indikator hak-hak politiknya (political rights) sebesar 2 poin dan kebebasan sipilnya (civil liberties) sebesar 3 poin. Capaian ini meningkat dibandingkan dengan era pemerintahan Gus Dur–Megawati.
Namun, di era Pemerintahan Jokowi tahun 2014-2022 statusnya kembali menurun menjadi setengah demokrasi. Nilai skor kebebasannya sebesar 3 poin; nilai skor indikator kebebasan dan hak-hak politiknya sebesar 2 poin, sedangkan kebebasan sipil sebesar 4 poin.
Data ini linier dengan data survey Economist Intelligence Unit (EIU). Menurut data hasil survey EIU rezim politik Indonesia era Pemerintahan Jokowi, periode 2014–2022, masuk dalam kategori demokrasi yang cacat (flawed democracy), dengan skor indeks demokrasi 6.30–7.03 poin.