Site icon Madurapers

Uji Kebenaran Survei Elektabilitas Capres-Cawapres Pilpres 2024

Irfan Sarifulloh, aktivis sosial dan pengiat penelitian dari Bangkalan, Pulau Madura (Dok. Madurapers, 2023).

Irfan Sarifulloh, aktivis sosial dan pengiat penelitian dari Bangkalan, Pulau Madura (Dok. Madurapers, 2023).

Bangkalan – Ramai perdebatan publik di media sosial tentang survei elektabilitas capres-cawapres pilpres tahun 2024 akhir-akhir ini. Survei elektabilitas tersebut dilakukan oleh berbagai lembaga survei nasional, yang menurut sebagian publik adalah lembaga survei kredibel, Sabtu (25/11/2023).

Sikap publik terhadap survei tersebut terbelah. Ada publik yang mendukungnya, ada menolaknya, dan ada yang tidak bersikap. Menurut Irfan Sarifulloh, pegiat penelitian ilmiah, survei dan sikap tersebut tidak bisa disalahkan.

Meski tendensinya tampak terlihat, yakni kecenderungannya bermotif politis untuk memperkuat dukungan pemilih pada capres-cawapres yang didukung dalam pilpres 2024. Hal itu, karena tindakan tersebut tidak ada yang menabrak peraturan perundangan-undangan.

Namun demikian, menurut Irfan, sikap itu belum tentu benar secara ilmiah. Hal ini karena survei elektabilitas tersebut belum tentu terdukung oleh fakta empirik. Buktinya, dapat dilihat pada pertemuan-pertemuan publik capres-cawapres pilpres tahun 2024.

Terlepas dari perdebatan politik tidak ilmiah tersebut, pertanyaannya, ungkap Irfan,” bagaimana cara menguji kebenaran suatu survei atau penelitian ilmiah?” Secara ilmiah, menurutnya, paling tidak ada tiga konsep teoritis menguji kebenaran survei/penelitian ilmiah. Pertama, teori korespondensi, kedua, teori koherensi, dan ketiga teori pragmatisme.

Menurut teori korespondensi, survei/penelitian dikatakan benar jika terdukung dengan fakta empirik. Jadi, survei itu dapat dikatakan benar karena ada fakta empirik yang dapat dicerap panca indera yang mendukung survei/penelitian ilmiah.

Menurut teori koherensi, survei/penelitian dikatakan benar karena didukung oleh teori, konsep, dan pendapat sebelumnya. Jadi, survei itu benar karena sesuai dengan teori, konsep, dan pendapatan sebelumnya.

Menurut teori pragmatisme, survei/penelitian itu benar karena memiliki aspek manfaat. Jadi, survei ini benar karena fungsional dan bermanfaat untuk mengatasi masalah-masalah tertentu di masyarakat.

Lebih lanjut, menurutnya, itulah tiga cara menguji kebenaran survei/penelitian! Teori korespondensi digunakan pada survei/penelitian kuantitatif, teori koherensi digunakan pada survei/penelitian kualitatif, dan teori pragmatisme digunakan pada survei/penelitian terapan/pengembangan.

“Untuk uji kebenaran survei elektabilitas capres-cawapres pemilu 2024 harus menggunakan teori korespondensi. Karena pendekatan penelitian yang digunakan adalah kuantitatif. Dua teori uji kebenaran lain tak bisa digunakan karena tidak sesuai dengan pendekatan survei elektabilitas,” pungkasnya.

Exit mobile version