Site icon Madurapers

Bos Maspion Ingatkan Kepala Daerah Bisa Digugat di PTUN oleh Apindo

Presiden Direktur Maspion Grup, Alim Markus (Sumber Foto : Istimewa)

Surabaya – Bos Maspion Grup, Alim Markus, Sabtu (11/12/2021) mengatakan para pengusaha Jawa Timur (Jatim) sekarang sudah ada Undang – Undang (UU) Cipta Kerja. Ia mengingatkan Gubernur, Walikota, dan Bupati kalau sedikit – sedikit populis karena didemo berarti tidak ada investasi.

“Investor tidak masuk jika ekonomi jelek. Apindo (Asosiasi Pengusaha Indonesia) bisa TUN (Tata Usaha Negara, Red) kan di pengadilan karena pejabat tersebut sudah melanggar UU Cipta Kerja,” tegasnya.

Alim Markus berpendapat satu tahun hanya sekali UMR (Upah Minimum Regional) saja. Dia meminta semua pihak bekerja keras untuk Indonesia Maju.

Statemen dari bos Maspion Alim Markus tersebut mendapat tanggapan dari praktisi ekonomi Dr Ronny Herowind Mustamu. Laki-laki yang sekarang ini menjabat sebagai Direktur Quadrant Consulting ini kepada madurapers.com, Sabtu (11/12/2021) menjelaskan sistem hukum Indonesia sangat banyak dipengaruhi sistem hukum yang dibangun pemerintahan kolonial Hindia Belanda.

“Oleh karenanya, sistem hukum di Indonesia menganut tradisi civil law yang dikenal pula sebagai continental,” paparnya.

Salah satu ciri khas utama tradisi continental menurut Ronny, panggilan karibnya, adalah semua aturan hukum merujuk dan harus selaras, sehingga terikat dengan aturan hukum yang lebih tinggi. Ia memberikan contoh, produk hukum yang diterbitkan Gubernur harus selaras dengan produk hukum yang dikeluarkan Pemerintah Pusat seperti UU.

Ronny menambahkan terkait hubungan antara Keputusan Gubernur Jawa Timur No 188/803/KPTS/013/2021 Tentang Upah Minimum Kabupaten/Kota di Jatim Tahun 2022 dengan Undang-Undang Nomor 11 tahun 2020 Tentang Cipta Kerja dan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 36 Tentang Pengupahan sebagaimana diungkap oleh pengurus Apindo pada prinsipnya siapa pun yang memiliki legal standing (kedudukan hukum, Red) berhak dan dijamin UU untuk melakukan upaya hukum.

“Termasuk gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (TUN) jika merasa diperlakukan tidak adil dan dirugikan oleh keputusan atau tindakan TUN yang dilakukan oleh aparatur negara,” tuturnya.

Namun demikian, Ronny menerangkan soal kemudahan berusaha sebagaimana diupayakan melalui hadirnya UU Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja dan PP Nomor 36 tahun 2021 Tentang Pengupahan sesungguhnya membahas hal-hal terkait tentang sistem perhitungan dan penetapan upah.Termasuk di dalamnya, jelas Ronny, adalah mengatur komposisi, legalitas dan sistem kerja Dewan Pengupahan.

“Dengan demikian, sesungguhnya setiap Keputusan Gubernur terkait upah minimum merupakan hasil konsultasi dengan Dewan Pengupahan Provinsi yang juga melibatkan unsur Serikat Pekerja, Pengusaha dan akademisi atau pakar,” tandasnya.

Ditanya kiat menjaga iklim investasi di Jatim, Ronny mengatakan setidaknya terdapat 4 turbine penggerak pertumbuhan ekonomi yang selama ini jadi andalan Indonesia yakni, konsumsi rumah tangga, belanja pemerintah, investasi dan ekspor. Semasa pandemi COVID-19, menurut Ronny dua turbine penggerak pertumbuhan ekonomi yaitu investasi dan ekspor kinerjanya tidak optimal.

“Kinerja kita di kedua lini tersebut terdisrupsi (terganggu, Red) cukup parah oleh pandemi COVID-19. Jadi, praktis selama relatif dua tahun ini, ekonomi Indonesia cenderung menyandarkan diri pada konsumsi rumah tangga dan belanja pemerintah,” ungkapnya.

Mencermati perkembangan pandemi dalam beberapa bulan terakhir, Ronny optimistis Indonesia memiliki golden momentum (momentum emas, Red) yang luar biasa untuk segera bangkit dan tumbuh. Oleh karenanya, lanjut Ronny, sangat dipahami jika seluruh stakeholder (pemangku kepentingan, Red) di sektor ekonomi berusaha untuk mengambil posisi strategik atas peluang yang terbentuk, beberapa di antaranya adalah:

1. Kondisi atas faktor-faktor produksi, seperti ketersediaan bahan baku, infrastruktur memadai, tenaga kerja berkualitas dengan upah yang rasional, kemudahan perizinan berusaha, kepastian hukum dan perlindungan hukum.

2. Kondisi pasar, apakah permintaan pasar atas produk barang dan jasa yang hendak dijadikan tujuan investasi memiliki volume permintaan tinggi, sehingga menghadirkan skala ekonomi yang memadai untuk pengembalian investasi.

3. Keberadaan industri penunjang yang memungkinkan efektifitas proses produksi dan efisiensi biaya. Misal, perusahaan makanan dan minuman cenderung membutuhkan industri gula rafinasi yang dekat lokasi pabrik.

4. Dinamika kompetisi antar pelaku usaha di industri yang sama, termasuk kesehatan iklim kompetisinya. Misalnya, apakah kompetisi pasar bersifat bebas atau terjadi praktik oligopoli (persaingan tidak sempurna, Red) yang dikendalikan kartel tertentu.

Sedangkan dari sisi investor menurut ahli strategi bisnis ini biasanya semua hal tadi akan diringkas dalam dua bagian singkat saja yaitu kemudahan perizinan berusaha yang terbebas dari praktik korupsi, seperti suap, pemerasan maupun gratifikasi. Kemudian tambah Ronny terkait keamanan berusaha, terbebas dari gangguan tidak relevan yang bisa saja hadir dari oknum birokrat, oknum penegak hukum, oknum serikat pekerja dan bahkan oknum masyarakat sekitar lokasi perusahaan.

Maka, demi menjaga iklim investasi di Jatim, Ronny berharap Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jatim beserta seluruh jajaran pemerintahan vertikal dan horizontal sangat perlu untuk memberikan kepastian pada iklim yang kondusif, utamanya pada kemudahan perizinan berusaha yang terbebas dari praktik korupsi dan keamanan berusaha yang terbebas dari gangguan tidak relevan.

Dari sisi ketenagakerjaan, Ronny mengingatkan semakin banyak demo sangat berpotensi mendorong perusahaan untuk memindahkan fasilitas produksi ke lokasi lain yang lebih kondusif. Bahkan menurutnya bisa saja investor menarik kembali dananya untuk dipindahkan ke negara lain yang lebih atraktif

“Jadi, tanpa bermaksud menghalangi para pegiat ketenagakerjaan yang bermaksud melakukan demo masif, sangatlah perlu untuk mempertimbangkan frekuensi dan durasi tekanan yang diberikan,” pintanya.

Ahli ekonomi yang juga dikenal sebagai pegiat anti korupsi ini menggambarkan saat awal-awal terjadinya perang dagang antara AS dan RRT. Ia mencatat puluhan perusahaan AS yang hengkang dari RRT hanya sebagian kecil yang merelokasi fasilitas produksinya ke Indonesia.

“Sebab pada saat itu di mata investor, Indonesia sangat tidak atraktif dibanding beberapa negara tetangga,” pungkasnya.

Exit mobile version