Bangkalan – BUMD PT Sumber Daya Kabupaten Bangkalan (PTSDB) kembali disorot publik. Hal ini wajar karena selain masalah kontribusinya pada Pendapatan Asli Daerah (PAD) juga karena kasus yang menimpa BUMD ini.
Kasus korupsi yang melibatkan mantan Dirut PTSDB adalah salah satu buktinya, yang menjadi tamparan serius bagi tata kelola keuangan daerah tersebut. Putusan Pengadilan Tipikor Surabaya yang menjatuhkan hukuman kepada mantan Dirut BUMD ini menjadi bukti kelemahan sistem pengawasan BUMD tersebut.
Salah satu contoh, lemahnya pengawasan terhadap penanganan modal pada pihak ketiga, sehingga sampai saat ini belum pernah dilakukan eksekusi jaminan, seperti, PT Aman, PT Tanduk Majeng Madura, CV Prima Jaya, PT Cahaya Gading Perkasa, UD Mabruk MRS.
Menurut Ahmad Mudabir, praktisi hukum di Surabaya, kasus ini menunjukkan bagaimana BUMD seringkali menjadi celah praktik korupsi. “BUMD seharusnya menjadi motor penggerak ekonomi daerah, tetapi malah menjadi beban akibat minimnya kontrol,” tegasnya.
Dalam perspektif hukum, Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah telah mengatur pembentukan BUMD sebagai instrumen ekonomi daerah. Namun, implementasi undang-undang ini sering kali tidak diiringi dengan pengawasan yang memadai.
Pengelolaan keuangan yang tidak transparan di PTSDB menimbulkan kerugian signifikan bagi keuangan Pemda Bangkalan. Jabir (panggilan terkenalnya Ahamd Mudabir, red.) menambahkan, lemahnya pengawasan internal menjadi akar masalah yang membuka peluang korupsi.
Teori manajemen keuangan publik menggarisbawahi pentingnya transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan dana publik. Sayangnya, kasus PTSDB membuktikan bahwa prinsip ini belum sepenuhnya diterapkan di tingkat daerah Bangkalan.
Selain itu, fungsi pengawasan DPRD yang diatur dalam UU Pemerintahan Daerah juga perlu dimaksimalkan. Seharusnya, DPRD memiliki peran aktif dalam memonitor kinerja BUMD untuk mencegah penyalahgunaan wewenang.
Jabir menyoroti pula perlunya reformasi dalam sistem pengelolaan BUMD agar lebih profesional dan bebas intervensi politik. “Reformasi struktural sangat penting untuk memastikan BUMD tidak hanya menjadi ladang korupsi,” jelasnya.
Dari sisi teoritis, pendekatan Good Corporate Governance (GCG) wajib diterapkan secara ketat di BUMD. Prinsip-prinsip seperti transparansi, akuntabilitas, dan partisipasi publik menjadi kunci dalam mencegah penyimpangan.
Kasus PTSDB juga mencerminkan kegagalan Pemda Bangkalan dalam mengoptimalkan potensi ekonomi lokal melalui BUMD. Padahal, tujuan awal pendirian BUMD salah satunya adalah meningkatkan PAD.
Kegagalan ini menunjukkan bahwa BUMD yang tidak dikelola dengan baik justru menjadi beban finansial bagi daerah. Kerugian akibat korupsi di PTSDB adalah contoh nyata bagaimana risiko ini dapat merugikan masyarakat.
Ke depan, Pemda Bangkalan harus segera mengevaluasi seluruh BUMD yang dimilikinya. Penerapan audit independen secara berkala dan penguatan regulasi menjadi langkah mendesak yang tidak bisa ditunda.
Jabir menutup penjelasannya dengan peringatan tegas bahwa kasus korupsi di PTSDB harus menjadi pelajaran berharga bagi Pemda. “BUMD hanya akan menjadi berkah jika dikelola dengan integritas, bukan sebaliknya menjadi petaka finansial,” pungkasnya.