Jakarta – Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia (RI), pemerintah, dan penyelenggara pemilu sepakati jadwal Pemilu Serentak Tahun 2024 mendatang, Selasa (25/1/2022).
Seperti yang diberitakan di laman website Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), jadwal Pemilu 2024 ini disepakati oleh DPR RI, pemerintah, dan penyelenggara pemilu pada Rapat Kerja (Raker) dan Rapat Dengar Pendapat (RDP) terkait Penetapan Jadwal Pemilihan Umum (Pemilu) Serentak 2024, yang digelar di Gedung DPR RI, Senin (24/1/2022).
Agenda rapat tersebut diikuti oleh Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Muhammad Tito Karnavian, Komisi Pemilihan Umum (KPU), Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) RI.
Dalam kesempatan tersebut, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Muhammad Tito Karnavian mengatakan bahwa pemerintah sependapat terkait dengan rencana pelaksanaan pemungutan suara pemilu serentak tahun 2024, yakni untuk Pemilihan Presiden (Pilpres), DPR, DPRD, dan DPD yang direncanakan jatuh pada 14 Februari 2024.
Pemerintah berharap, penetapan jadwal pemilu 2024 mendatang diambil berdasarkan prinsip efisiensi di tengah situasi pemulihan ekonomi dan kondisi keuangan negara, baik di level pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. Dengan efisiensi tersebut akan berakibat pada anggaran dan tahapan kampanye.
Mendagri lebih lanjut mengatakan untuk memanfaatkan waktu untuk diperpendek (efisiensi waktu), seperti tahapan kampanye. Namun, Mendagri juga mengatakan akan memberikan waktu yang cukup kepada penyelenggara pemilu untuk melakukan proses yang lain.
Berkaca dari suskesnya pengalaman penyelenggaraan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Serentak 2020, Mendagri mengimbau untuk mengambil pelajaran positif yang bisa diterapkan pada Pemilu dan Pilkada Tahun 2024. Namun, sebaliknya perlu dikelola lagi pengalaman yang kurang bagus, seperti panjangnya masa kampanye yang berakibat pada keterbelahan masyarakat.
Mendagri kemudian mengatakan bahwa election (pemilu) merupakan puncak hallmark of democracy. Puncak terpenting dari demokrasi tersebut, dimana satu-satunya momentum setiap warga negara menggunakan hak demokrasinya.
Oleh karena itu, “Maka satu keniscayaan, yang harus kita kelola adalah bagaimana perbedaan tersebut tidak menjadi potensi konflik,” kata Mendagri. (*)