Jakarta – Pemerintah dan DPR RI sepakat meneruskan Pembahasan Rancangan Undang-Undang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (RUU HKPD) dalam Pembicaraan Tingkat II/Pengambilan Keputusan di sidang paripurna.
Kesepatan ini diputuskan dalam rapat kerja Komisi X DPR RI bersama pemerintah, Selasa (23/11/2021).
Menteri Keuangan RI (Menkeu), Sri Mulyani dalam laman resmi Kemenkeu menegaskan bahwa RUU HKPD diharapkan dapat meningkatkan tax ratio di tingkat pusat dan pendapatan negara, yang kemudian akan dibagihasilkan ke daerah dalam bentuk transfer daerah, Rabu (24/11/2021).
Selain itu, RUU ini menurutnya akan meningkatkan tax ratio daerah yang utamanya untuk meningkatkan kemandirian daerah, meningkatkan kualitas belanja belanja negara dan kebijakan fiskal nasional, bukan bertujuan resentralisasi.
“RUU HKPD adalah upaya reformasi struktural di bidang desentralisasi fiskal, dengan melihat pengalaman kita menjalankan desentralisasi fiskal selama ini, di dalam rangka untuk menciptakan alokasi sumber daya nasional yang lebih efisien melalui hubungan keuangan pusat dan daerah yang makin transparan, akuntabel dan berkeadilan, “ungkap Menkeu.
“RUU ini diharapkan pemerintah menjadi instrumen konsolidasi fiskal untuk mengembalikan kesehatan APBN, dimana APBD merupakan bagian yang sangat penting, “kata Menkeu.
Berbeda dengan sikap semua fraksi di DPR RI, Fraksi PKS menolak pembahasan RUU HKPD. Dalam akun resmi twitter Fraksi PKS DPR RI memaparkan bahwa alasan penolakannya karena banyak (baca: pembahasan RUU HKPD) berpengaruh negatif terhadap sistem desentralisasi, kemandirian fiskal, keadilan, dan kesejahteraan masyarakat, Rabu (24/11/2021).
Secara detail alasan penolakan Fraksi PKS DPR RI terhadap RUU HKPD, pertama, pembahasan RUU HKPD belum sepenuhnya memenuhi amanat UUD 1945 Pasal 18A ayat (2).
Kedua, RUU HKPD memperkuat arah resentralisasi dan reduksi semangat desentralisasi.
Ketiga, usulan Fraksi PKS terkait keberpihakan terhadap rakyat kecil dengan pembebasan Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) roda dua dengan CC kecil (di bawah 155 CC) tidak diakomodasi.
Keempat, Fraksi PKS mendorong penyusunan RUU ini sebagai upaya untuk menyempurnakan pelaksanaan hubungan keuangan antara Pemerintah Pusat dengan Pemerintah Daerah yang telah berjalan selama ini.
Kelima, RUU HKPD tidak meyakinkan dapat mengurangi ketimpangan wilayah, dimana indikator ketimpangan tidak diakomodir dalam formula DAU.
Keenam, pembahasan RUU HKPD berpotensi meningkatkan risiko utang negara dengan dibukanya peluang peningkatan utang daerah.
Ketujuh, pembahasan RUU HKPD belum menjawab masalah besar terkait dengan kesenjangan kemandirian fiskal daerah.
Kedelapan, RUU HKPD mengurangi kewenangan daerah sebagai salah satu amanat penting dalam otonomi daerah.
Kesembilan, RUU HKPD tidak memberikan jaminan terhadap arah peningkatan kualitas belanja pemerintah daerah.
Kesepuluh, menolak RUU HKPD dan menyoroti mekanisme top-down dalam perencanaan program daerah yang menjadi salah satu indikator sentralisasi.