Bangkalan – Manusia diciptakan mulia Manusia diciptakan mulia oleh Allah S.W.T., tapi terkadang manusialah yang menurunkan kemuliaan di hadapan Allah S.W.T. Penurunan kemuliaan ini dapat dilihat pada tindakan kita, seperti melihat yang tidak baik dan berucap tidak baik.oleh Allah S.W.T., tapi terkadang manusialah yang menurunkan kemuliaan di hadapan Allah S.W.T. Penurunan kemuliaan ini dapat dilihat pada tindakan kita, seperti melihat yang tidak baik dan berucap tidak baik.
Tindakan yang tidak mulia itu akan membuat hati kita gelisah dan merasa bersalah. Itulah diantara tanda bahwa tindakan kita tidak diridhai oleh Allah S.W.T.
Dilansir dari ceramah Ustadz Adi Hidayat (UAH) di Kanal YouTube Majlis Islami menjelaskan tentang tanda tindakan manusia tidak dirihai Allah S.W.T.
Manusia anak cucu Adam a.s., dimuliakan oleh Allah S.W.T., seperti firmankan oleh S.W.T., dalam Al-Qur’an surat Al-Israa’ (Memperjalankan di Malam Hari) ayat ke-70 yang berbunyi: “Dan sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam … .”
Ketika manusia disebut mulia menurut UAH maka melekat ke seluruh anggota tubuh manusia. Oleh karena sangat mulianya jasad manusia maka tidak boleh digunakan ke hal-hal yang tidak mulia.
Misal, mata kita dituntut untuk melihat hal-hal yang mulia, berbeda dengan mata binatang. Karena mata kita mulia, maka kelak mata kita akan dihisab oleh Allah S.W.T.
Al-Qur’an surat Al-Israa’ (Memperjalankan di Malam Hari) ayat ke-36 Allah berfirman: “… Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungjawabannya.”
Makanya Allah tidak ridha mata kita digunakan untuk melihat hal yang tidak baik. Dalam Al-Qur’an surat An Nuur (Cahaya) ayat ke-30 menjelaskan bahwa: “Katakanlah kepada laki-laki yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandangannya ….”
Makanya menurut UAH mata kita lihat yang baik dan mulia, yang tidak mulia dan tidak layak dilihat, seperti gambar pornografi dan porno aksi, penglihatan kita palingkan!
Allah tidak ridha mata kita digunakan untuk melihat hal yang tidak baik dan mulia. Tanda Allah tidak ridha, hati kita akan merasa gelisah, merasa bersalah, dan menolak. Hal ini karena jiwa kita mulia, bahkan lisan kita dibimbing untuk beristighfar “astaghfirullah” ketika melihat hal-hal yang tidak baik dan mulia.
Lisan juga mulia. Karena lisan mulia maka Allah turunkan ayat-ayat kemuliaan yang menjaga lisan kita supaya kita tidak keluar dari kemuliannya. Lisan orang mulia kata-katanya mulia, maka tidak layak kata celaan dari lisannya.
Dalam Al-Qur’an surat Al Hujuraat (Kamar-kamar) ayat ke-11-12 Allah S.W.T., melarang orang Islam (laiki-laki dan perempuan) merendahkan orang lain, menmanggil dengan gelaran yang mengandung ejekan, panggilan yang buruk, curiga, mencari keburukan orang lain, dan mengunjingkan orang lain.
Makanya menurut UAH orang yang beriman tidak boleh mencela. Ketika kita mencela maka ada yang kurang atau lemah dalam imamnya. Hal ini karena ibadah ritual akan nampak dalam nilai-nilai sosial dalam bentuk akhlaq.
Menurut UAH, nabi memperingatkan pada kita bahwa orang yang melakukan ibadah ritual tapi kemudian melakukan dosa sosial maka ibadah ritualnya pahalanya akan dipindahkan kepada hamba yang didosai itu. Dosa sosial tersebut seperti melecehkan dan mencela orang lain.
Oleh karena itu menurut UAH jangan sandingkan diri kita yang mulia dengan hewan. Manusia yang layak diturunkan statusnya bahkan lebih rendah dari hewan adalah orang-orang yang tidak mau mendekat kepada Allah S.W.T.
Al-Qur’an surat Al “araaf (Tempat Tertinggi) ayat ke-179 yang intinnya menjelaskan bahwa Allah membuat perumpaan menyandingkan manusia sama dengan hewan bahkan di bawah dari hewan ketika fungsi tubuhnya (manusia) tidak mau menerima hidayah Allah S.W.T.
Diajak untuk mendapatkan kebaikan akalnya sulit menerima, dengar adzan tutup kuping, dan melihat orang shalat alergi. Kalau itu semua dibawa menghadap Allah, maka status orang itu (kalau tidak mau berubah) lebih rendah dari hewan.
Jika ada orang-orang mengajak untuk kebaikan; ngajak untuk shalat, mendekat kepada Allah, ngajarkan isi Qur’an, lalu oleh anda diturunkan statusnya lebih sama dari hewan maka ada yang salah dari cara berpikirnya.
UAH menyampaikan marilah kita mulai dari yang kecil-kecil dulu. Kadang-kadang kita membuat sesuatu yang tidak tapat dalam pandangan Al-Qur’an dan Sunnah Rasullah s.a.w.
Pada waktu bersamaan, uniknya, anda mengatakan kami ahli Qur’an dan Sunnah Nabi. Lalu, dimana Qur’an dan Sunnahnya?
Awas hati-hati kata UAH! Ketika anda pintar dalam urusan dunia tapi awam (bodoh) dalam urusan agama, kadang-kadang keawaman itu bisa menurunkan status kepintaran anda sampai tidak mencerna logika yang sederhana.
UAH memperingatkan kita dalam akhir ceramahnya, “Ingat pintar itu anugerah tapi bodoh itu pilihan.”