AGAMA memang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Pengingkaran manusia terhadap agama mungkin karena faktor-faktor tertentu baik yang disebabkan oleh kepribadian maupun lingkungan.
Namun, untuk menutupi keagamaannya kelihatan sulit dilakukan. Hal ini, manusia memiliki unsur batin yang cenderung terdorong untuk tunduk kepada hal gaib. Ketaatan ini merupakan bagian dari faktor intern manusia dalam psikologi kepribadian yang disebut pribadi (self) atau hati nurani (conscience of man).
Dalam agama, setiap aspek kehidupan selalu diatur baik itu hal-hal besar—seperti beribadah, pola makanan yang sehat, berpuasa, pekerjaan—hingga pada hal-hal kecil kehidupan sehari-hari seperti berpakaian, menggunakan sandal, keluar rumah dan lain-lain.
Agama serta spiritualitas ialah salah satu aspek penting dalam kehidupan setiap insan. Selain dapat menjadi sarana buat mengingat sang Pencipta dan mendekatkan diri kepada-Nya, pemeluk agama erat hubungannya dengan kehidupan spiritual dan kondisi kesehatan seseorang.
Kesehatan jiwa dalam perspektif Islam yaitu suatu kemampuan individu dalam mengelola fungsi-fungsi kejiwaan dan penciptaannya. Penyesuaian menggunakan diri sendiri, orang lain, maupun lingkungan sekitarnya secara bergerak maju berdasarkan Al-Quran serta Alaihi Salam-Sunnah sebagai panduan hidup menuju kebahagiaan dunia dan akhirat.
Pandangan Islam wacana gangguan jiwa tidak jauh dengan yang dilihat para ahli kesehatan mental pada umumnya. Peranan agama Islam dapat membantu manusia mengobati jiwanya dan mencegahnya dari gangguan jiwa seperti kondisi kesehatan mental dan fisik.
Mengenai masalah kesehatan mental, berdasarkan hasil survei Indonesia National Adolescent Mental Health Survey (I-NAMHS), sebanyak satu dari tiga remaja berusia 10-17 tahun di Indonesia memiliki masalah kesehatan mental dalam 12 bulan terakhir. Jumlah itu setara dengan 15,5 juta remaja di dalam negeri.
Sebanyak satu dari 20 remaja berusia 10-17 tahun di Indonesia juga mengalami gangguan mental. Angkanya setara dengan 2,45 juta remaja di tanah air. Gangguan cemas menjadi gangguan mental paling banyak diderita oleh remaja, yakni 3,7%. Gangguan mental tersebut merupakan gabungan antara fobia sosial dan gangguan cemas secara menyeluruh.
Posisinya diikuti oleh gangguan depresi mayor dengan proporsi 1%. Masalah kesehatan mental terbanyak berikutnya adalah gangguan perilaku sebesar 0,9%. Lalu, ada 0,5% remaja yang mengalami gangguan stres pasca-trauma (PTSD). Persentase serupa dialami oleh remaja dengan gangguan pemusatan perhatian dan hiperaktivitas (ADHD).
Meski akses ke berbagai fasilitas kesehatan sudah meningkat, hanya sedikit remaja yang mencari bantuan profesional untuk menangani masalah kesehatan mental. Proporsinya tercatat sebesar 2,6% dalam 12 bulan terakhir. Survei juga mengumpulkan data mengenai pengaruh kebijakan yang berhubungan dengan pembatasan kontak sosial selama pandemi Covid-19 terhadap kesehatan mental remaja.
Hasilnya, sebanyak satu dari 20 remaja merasa lebih depresi, cemas, merasa kesepian, dan sulit untuk berkonsentrasi dibandingkan sebelum pandemi Covid-19.
Anda harus log masuk untuk menerbitkan komentar.