Bangkalan – Selama ini perspektif kita tentang kaya adalah memiliki uang yang banyak, aset melimpah, penghasilan gede, tidak dililit hutang dan sehat secara rohani dan jasmani. Sungguh angan-angan yang begitu sempurna.
Akibat dari perspektif yang demikian, banyak orang yang berlomba mengejar harta, kerja siang dan malam, bahkan terkadang sampai melanggar hukum, seperti mengkorupsi uang rakyat dll. Na’udzubillah!
Berbicara soal kaya, Islam mempunyai perspektif tersendiri tentang apa itu kaya. Dalam sebuah hadits dari Abu Hurairah yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari, No. 6446 yang berbunyi:
ليسَ الغِنَى عن كَثْرَةِ العَرَضِ، ولَكِنَّ الغِنَى غِنَى النَّفْسِ
الراوي: أبو هريرة
المحدث: البخاري
المصدر: صحيح البخاري
الصفحة أو الرقم: 6446
خلاصة حكم المحدث: [صحيح]
التخريج : أخرجه البخاري (6446)، ومسلم (1051)
Artinya: “Kaya bukanlah disebabkan banyak harta, akan tetapi kaya itu adalah kaya hati” (HR. Bukhari, 6446).
Dalam syarah hadits di atas dijelaskan bahwa hakikat sebuah kekayaan bukanlah disebabkan banyak harta. Ya, banyak orang yang dikaruniai harta melimpah akan tetapi hatinya tidak juga merasa cukup dengan apa yang dimiliki, dengan kekayaannya tersebut, ia terus berusaha untuk menambahnya. Terkadang seseorang tidak memperdulikan dari mana uang itu dihasilkan, seakan-akan ia tetap merasa berada dalam kefakiran saking rakusnya terhadap harta.
Sebaliknya, kaya menurut hadits di atas adalah kondisi hati yang merasa cukup dengan apa yang dimiliki, menerima serta meridhoi apa yang diberikan Allah SWT, kepadanya tanpa dibarengi dengan rasa tamak dan ambisi untuk mencari dan menumpuk harta secara terus menerus.
Kaya Hati dan Bahaya Tamak
Masih tentang syarah hadits di atas, bila hati sudah kaya, maka seseorang akan merasa cukup dan berhenti dari sifat tamak. Bila sudah merasa cukup, maka kemuliaan, kebersihan jiwa dan sifat terpuji lebih utama nilai kebaikannya daripada harta yang dihasilkan oleh rasa tamak dan tak pernah puas.
Kebalikan sifat qanaah adalah sifat tamak. Sifat yang satu ini banyak sekali menyebabkan manusia terlibat ke dalam urusan yang hina dan perilaku yang buruk seperti korupsi, mencuri, menjual barang haram demi ambisi kekayaan, bahkan kebanyakan pelaku sifat tersebut berakhir di dalam penjara.
Cara Menghindari Ambisius dan Tamak
Tamak atau rakus merupakan salah satu penyakit hati. Penyakit hati yang seperti ini cara meredamnya adalah menundukkan pandangan. Maksudnya adalah menundukkan pandangan dari orang yang dikarunia kelebihan di atasnya baik dalam kekayaan, kesempurnaan ciptaan dan ketampanan/kecantikan wajah.
Rasulullah SAW, bersabda:
انْظُرُوا إلى مَن أسْفَلَ مِنكُمْ، ولا تَنْظُرُوا إلى مَن هو فَوْقَكُمْ، فَهو أجْدَرُ أنْ لا تَزْدَرُوا نِعْمَةَ اللَّهِ
قالَ أبو مُعاوِيَةَ، علَيْكُم
الراوي: أبو هريرة
المحدث: مسلم
المصدر: صحيح مسلم
الصفحة أو الرقم: 2963
خلاصة حكم المحدث: [صحيح]
Artinya: “Hendaknya kalian melihat terhadap orang yang lebih bawah (taraf hidupnya) dan janganlah melihat orang yang lebih tinggi daripada kalian. Hal itu lebih layak agar tidak membuat kalian meremehkan nikmat Allah SWT” (HR. Muslim, 3963).
Bila seorang hamba tidak sengaja melihat atau kebetulan bertemu dengan hamba Allah yang dikaruniai harta dan rupa yang lebih, dan hal itu membuatnya iri di dalam hatinya, maka hendaknya ia melihat terhadap orang-orang yang lebih tidak mampu (secara harta benda) sehingga dirinya merasa lebih beruntung dan kemudian mensyukurinya.
Hadits yang terakhir ini dimaksudkan sebagai alternatif yang dapat menjadikan seorang hamba bersyukur dan ridha terhadap ketentuan Yang Maha Kuasa. Selain itu juga sebagai perisai dari berbagai penyakit hati, seperti iri, dengki dan seterusnya.
*Hadits beserta Syarahnya diaskses secara elektronik melalui: https://dorar.net/
Ditulis oleh: Tim Redaksi