Bangkalan – Era Pemerintahan Jokowi (Joko Widodo), menurut Okky Puspa Madasari penulis novel terkenal di Indonesia, menciptakan mitos-mitos untuk melanggengkan kekuasaannya. Mitos-mitos tersebut membuat kita (masyarakat) tertipu, Jumat (08/12/2023).
Okky Madasari—Doktor Sosiologi Pengetahuan National University of Singapore (NUS)—memaparkan mitos-mitos Jokowi tersebut dalam wawancaranya dengan Rhenald Kasali di Kanal YouTube Intrique Rhenald Kasali pada Kamis (07/12/2023).
Dari sudut pandang sosiologi pengetahuan, ia menyampaikan, era Jokowi menciptakan 5 (lima) mitos untuk melanggengkan kekuasaan. Lima mitos tersebut adalah: (1) mitos (Jokowi) orang baik, (2) mitos setiap orang punya kesempatan yang sama, (3) mitos pemimpin muda, (4) mitos pemimpin gemoy, dan (5) mitos presiden (Jokowi) netral.
“Mitos Jokowi orang baik”, menurut Okky Madasari, tidak benar. Hal ini karena Jokowi jauh dari sisi orang baik sebagai presiden yang memiliki komitmen menjaga demokrasi. Posisi “orang baik dan tidak baik” ia jelaskan menggunakan ukuran koridor kenegaraan, seperti tidak menyalahgunakan kekuasaan, taat hukum, melakukan tugasnya sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Masalahnya, “mitos Jokowi orang baik” sudah terlanjur ditanamkan (ke masyarakat, red.) jauh-jauh hari. Ia dimitoskan sosok sederhana dan pekerja keras ternyata tidak sesuai dengan kenyataan. Contohnya, ketika dia (Jokowi) bertugas sampai rela masuk gorong-gorong, istrinya (Iriana, red.) memakai barang-barang bermerek, dan anaknya katanya pekerja keras penjual martabak, sekarang sudah tidak menjadi penjual martabak lagi.
Di era Pemerintahan Jokowi bahwa “setiap orang punya kesempatan yang sama”, menurutnya, ternyata itu tameng nepotisme untuk memberikan privelege (hak istimewa, red.) pada anak-anaknya. Anaknya jadi Walikota Solo (Gibran, red.) dan menantunya (Bobby Nasution, red.) jadi Walikota Medan. Itu semua terjadi pada saat posisi Jokowi masih jadi presiden.
“Pemimpin muda” era Pemerintahan Jokowi, menurut Okky Madasari, ternyata mitos. Hal ini karena sudah dibajak dan dibelokkan seolah-olah diantara kontenstan Capres-Cawapres (dalam Pemilu 2024, red.) calon muda adalah calon yang terbaik.
Calon muda adalah yang paling mengerti anak muda, pemimpin muda adalah pemimpin yang paling bisa menjawab masalah anak muda, ternyata kenyataannya tidak demikian. Hal ini karena calon pemimpin muda tersebut memperoleh kesempatan itu (jadi kontestan Pilpres 2024, red.) dengan cara-cara tidak etis, nepotisme, dan kolusi.
Contohnya, ungkap Okky Madasri, Gibran (Gibran Rakabuming Raka, red.) mendapatkan itu semua dan selalu menghindari pertanyaan publik. Padahal orang mengetahui kemampuan dan visi seseorang dari apa yang dia utarakan (sampaikan, red.). Tapi dia bilang, gak usah dijawab, biarin aja.
“Mitos pemimpin gemoy” era Pemerintahan Jokowi, yang ditonjolkan pada Pasangan Capres-Cawapres ke-gemoy-an; joget-joget, lucu-lucuan, dan lalu semua bentuk kemasan produk yang gimmick-gimmick (gimik, pemanfaatan tampilan, red.) belaka. Pemimpin inilah yang dimitoskan layak dipilih (Pilpres 2024, red.). Padahal yang layak dipilih dalam kontestasi politik adalah berdasarkan subtansinya, bukan mitos politik santuy dan santun.
Jadi, “mitos pemimpin gemoy”, itu artinya, dia (pemimpin) menghindari upaya untuk mengeloborasi (menjelaskan, red.) dan mengkomunikasikan gagasan. Jadi, cukup dikasih joget dan senang-senang. Di sini artinya ada tendensi, bahwa anak gen z dan milenial sukanya seperti itu.
Ini semua, menurut Okky Madasari, sebagai upaya pembodohan dan penghinaan terhadap anak gen z dan generasi milenial. Hal ini karena menganggap mereka semua seperti itu. Padahal mereka tidak seperti itu.
“Mitos presiden (Jokowi) netral” dalam Pemilu (Pemilu 2024, red.), menurutnya, sudah roboh (tidak benar, red.), ketika Ketua Mahkamah Konstitusi (mantan Ketua MK, red.) adalah iparnya (Anwar Usman, red.) Presiden Jokowi. Ketika itu dipertahankan, maka mengingkari prinsip konflik kepentingan. Jadi, menurut Okky Madasari, putusan MK terkait Pemilu 2024 jelas ada konflik kepentingan.
Pemetaan mitos-mitos Jokowi Okky Madasari tersebut berdasarkan perspektif sosiologi pengetahuan. Mitos-mitos ini dipergunakan penguasa untuk melanggengkan kekuasaan. Bentuk mitos-mitos ini berupa narasi-narasi, yang menyatukan pikiran orang agar mudah mengendalikannya. Narasi-narasi ini mengarahkan, mengontrol, dan membentuk cara berpikir masyarakat.