Sumenep – Pembuatan dokumen kependudukan, seperti Kartu Tanda Penduduk (KTP) menjadi ladang subur bagi oknum tidak bertanggung jawab untuk melakukan pungutan liar (pungli) di daerah pelosok desa.
Hal serupa diakui oleh Kepala Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Kadis Dukcapil) Kabupaten Sumenep, Madura, Jawa Timur, Achmad Syahwan Effendy, kepada awak media madurapers.
Menurutnya, sudah banyak penduduk Kabupaten Sumenep mengadukan perihal pungli pembuatan dokumen kependudukan. Akan tetapi setelah didalami, pihak pengadu tidak bersedia mengungkapkan identitas oknum yang dimaksud.
“Sudah banyak pengaduan-pengaduan akan tetapi setelah ditanyakan siapa yang melakukan, mereka tidak memberikan informasi sehingga kita kesulitan,” ungkap Syahwan, saat ditemui media ini di ruang kerjanya, Kamis (02/09/2021).
Berdasarkan penjelasan yang disampaikan, pembuatan dokumen kependudukan tidak dipungut biaya apa pun. Maka dari itu, jika ada oknum yang melakukan pungutan biaya pembuatan dokumen kependudukan, diimbau untuk segera diadukan kepada Disdukcapil.
“Kalau ada pungli silahkan adukan saja, nanti akan diberikan sanksi sesuai dengan ketentuannya. Sebenarnya di undang-undang pasal 29 sudah jelas bahwa pelayanan dokumen kependudukan tidak dipungut biaya,” jelasnya.
Bahkan untuk memberikan keterangan lebih detail, Syahwan membeberkan. Petugas register kependudukan dalam setiap desa hanya ada satu orang, dan itu pun tidak termasuk sebagai aparatur desa. Sebab petugas register telah mendapat Surat Keputusan (SK) dari Disdukcapil.
“Register desa ada satu orang dan itu sudah ada SK dari Disdukcapil. Dia adalah perangkat Disdukcapil yang ada di desa, jadi beda dengan perangkat desa. Kalau untuk Pemerintah Desa saya tidak punya kewenangan,” paparnya.
Sementara itu, pewarta Madurapers juga melakukan klarifikasi kepada pihak Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD) Kabupaten Sumenep untuk mengetahui terkait diperbolehkannya atau tidak pembuatan peraturan desa (Perdes) tentang pungutan.
Kepala DPMD Sumenep, Moh. Ramli menyampaikan bahwa, Perdes pungutan diperbolehkan untuk dibuat oleh aparatur desa, akan tetapi harus melalui evaluasi dari bupati.
“Boleh, tapi wajib dituangkan dalam APBD Pemda (Pemerintah Daerah). Peraturan dimaksud itu wajib dievaluasi oleh bupati,” ucapnya.
Sedangkan jika lebih dispesifikasikan pada pungutan pembuatan dokumen kependudukan, Ramli mengaku bahwa hal tersebut merupakan ranah Disdukcapil yang tidak bisa diintervensi oleh pemerintah desa.
“Kalau KTP ranahnya di Disdukcapil, jadi saya tidak paham,” akuinya.
Ditanya soal peraturan apa saja yang boleh dibuat Perdesnya, Ramli mengatakan bahwa banyak hal yang diperbolehkan untuk dibuat Perdes. Akan tetapi tidak boleh bertentangan dengan peraturan yang ada di atasnya, seperti Peraturan Daerah (Perda) dan lain sebagainya.
“Banyak hal, asalkan tidak bertentangan dengan peraturan di atasnya. Semisal, kendaraan bermotor mau ditarik pajak, kan itu sudah ditarik oleh samsat, jadi tidak boleh membuat peraturan (Perdes) ingin menarik pajak sepeda motor,” tegasnya.
“Tapi untuk urusan portal, masuk ini mau diportal, misalnya setelah masuk tempat-tempat tertentu seperti destinasi wisata desa itu boleh. Jadi bukan pajak kendaraan yang boleh,” terang Ramli.
Jadi menurut dia, Perdes pungutan boleh dibuat oleh pemerintah desa, namun wajib mengacu pada peraturan yang ada di atasnya. Selain itu, hal tersebut juga harus melalui evaluasi bupati.
“Silahkan saja desa mau membuat rancangan peraturan itu, akan tetapi harus dievaluasi oleh bupati,” pungkasnya.