Surabaya – Sindrom polikistik ovarium (polycystic ovarian syndrome, PCOS) adalah gangguan hormon yang terjadi pada wanita di usia subur, Minggu (29/1/2023).
Melansir dari laman siloamhospitals, tanda awal wanita yang mengalami sindrom ini adalah gangguan siklus menstruasi dan memiliki kadar hormon androgen yang berlebihan.
Pada dasarnya, sindrom ini umum dialami oleh wanita. Tapi bukan berarti dapat dianggap remeh atau dibiarkan. Jika tidak ditangani secara serius,
PCOS bisa meningkatkan risiko masalah kesehatan lain, seperti diabetes, masalah berat badan, dan gangguan fungsi jantung bagi penderitanya, Jumat (23/12/2022).
Berkaitan dengan hal itu, dosen Spesialis Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga (UNAIR) Dr Sri Ratna Dwiningsih dr SpOG (K) memberikan edukasi seputar definisi, gejala, penyebab, pengobatan, dan pencegahannya.
Melansir dari laman UNAIR, “PCOS atau dalam bahasa Indonesia dikenal dengan Sindroma Ovarium Polikistik (SOPK) adalah kelainan endokrin yang banyak ditemukan pada wanita usia reproduksi. Prevalensi PCOS diperkirakan 4 sampai 12 persen pada wanita usia reproduksi,” terang Sri.
Lebih lanjut, ia menjelaskan bahwa PCOS dapat meningkatkan risiko terjadinya kanker endometrium, diabetes melitus, dislipidemia, hingga penyakit kardiovaskular, Sabtu (28/1/2023).
Gejala PCOS, dr. Sri memaparkan, kriteria diagnosisnya sebenarnya bermacam-macam. Misalnya kriteria Rotterdam untuk diagnosis PCOS pada wanita usia dewasa, kriteria AES 2006 untuk diagnosis PCOS pada wanita usia remaja, dan lain sebagainya.
Secara umum, menurutnya, terdapat beberapa tanda-tanda PCOS. Pertama, ditandai dengan gangguan menstruasi hingga gangguan kesuburan. Kedua, tingginya hormon androgen.
Tingginya hormon androgen ini, kata Sri, memiliki beberapa ciri-ciri. Pertama, hirsutisme atau pertumbuhan rambut halus yang berlebihan di tangan atau kaki.
Kedua, tumbuhnya kumis atau jenggot. Ketiga, banyaknya sel telur kecil-kecil di tepi indung telur yang tampak seperti kalung mutiara jika melakukan pemeriksaan ultrasonografi transvaginal.
Penyebab pasti PCOS, menurut Sri, belum diketahui. Beberapa sumber menyebutkan, PCOS terjadi karena interaksi antara faktor genetik dan lingkungan.
Faktor-faktor yang berisiko menjadi penyebab PCOS, misalnya obesitas, kurang aktivitas fisik, riwayat keluarga dengan PCOS, hingga paparan intra uterin di dalam rahim.
Selain itu, bahan kimia yang ada di lingkungan sekitar seperti bisphenol A, dioxins dan triclosan diduga dapat mengganggu sistem endokrin dan berisiko menyebabkan PCOS.
dr. Sri menjelaskan bahwa prinsip pengobatan PCOS adalah mengatur menstruasi dan menginduksi ovulasi. Menginduksi ovulasi ini dilakukan jika diinginkan adanya kehamilan serta mencegah efek jangka panjang dari PCOS.
Pengobatan PCOS itu dapat dilakukan dengan beberapa cara. Pertama, memperbaiki gaya hidup dengan memperbanyak makanan berserat, membatasi konsumsi makanan berlemak dan tinggi gula, dan rutin berolahraga.
Kedua, terapi hormon, misalnya dengan menggunakan pil kontrasepsi. Ketiga, jika diperlukan dapat diberikan insulin sensitizing drug.
dr. Sri menjelaskan cara pencegahan, “PCOS dapat dicegah dengan cara memperbaiki gaya hidup dan menghindari bahan bahan kimia yang diduga mempunyai efek mengganggu sistem endokrin reproduksi, seperti bisphenol A, dioxins, dan triclosan.” (*)