Surabaya – Jeffry Simatupang, salah satu tim Penasihat Hukum (PH) JE, bos SMA SPI Kota Batu angkat bicara pasca putusan Praperadilan di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya yang oleh Hakim Tunggal Martin Ginting diputus tidak dapat diterima, Senin (24/1/2022).
Jeffry, panggilan karibnya, dalam keterangan tertulisnya kepada madurapers.com, Selasa (25/1/2022) menyatakan gugatannya kurang pihak sehingga tidak dapat diterima.
“Putusan Praperadilan tersebut bukan berarti menurut pihaknya dianggap benar jika kliennya JE ditetapkan tersangka. Kami yakin, sesuai fakta-fakta persidangan dalam sidang Praperadilan, baik keterangan ahli dan saksi fakta tidak ada 2 alat bukti yang sah memiliki relevansi dan dapat menunjuk kepada tersangka,” tegasnya.
Hasil visum sambung Jeffry yang sudah dinyatakan oleh ahli dibuat pada tahun 2021 dan tidak bisa menunjukkan timbul perbuatan di tahun 2008-2011.
Artinya kata Jeffry, hasil Visum tersebut tidak bisa digunakan sebagai bukti bahwa tersangka melakukan persetubuhan.
“Sedangkan ahli pidana yang dihadirkan pemohon maupun termohon jelas sekali mengatakan 2 alat bukti harus memiliki relevansi dan dapat menunjuk kepada seseorang sebagai tersangka,” jelasnya.
Berkaitan keterangan saksi fakta yang dihadirkan di persidangan maupun di depan hakim tunggal Martin Ginting menurut Jeffry, saksi menyampaikan apa yang dituduhkan terhadap JE selaku pemohon Praperadilan dikatakan tidak pernah terjadi.
Hal ini urai Jeffry dalam perkara Praperadilan ini tidak ada alat bukti yang ada relevansinya dan mengarah kepada Pemohon (JE).
“Seluruh saksi fakta yang hadir di persidangan menyatakan perbuatan yang dituduhkan tidak pernah terjadi, bahkan isu dan gosip saja tidak ada. Kesimpulan kami, tidak ada 2 alat bukti yang relevan dan mengarah kepada pemohon,” paparnya.
Namun, pihak pemohon kata Jeffry tetap menghormati putusan Praperadilan itu, yang menyatakan permohonan tidak dapat diterima.
Tetapi, Jeffry menyatakan pihaknya tetap berbesar hati, karena masyarakat dapat melihat pembuktian yang ada di persidangan Praperadilan tersebut.
“Bahwa tidak ada 2 alat bukti yang sah memiliki relevansi dengan pasal sangkaan dan dapat menunjuk adanya suatu perbuatan yang dilakukan pemohon,” pungkasnya.
Diketahui, tersangka dugaan tindak pidana pencabulan anak JE melalui penasihat hukumnya melakukan upaya hukum Praperadilan di PN Surabaya atas sah atau tidaknya penetapan tersangka dirinya oleh penyidik Ditreskrimum Polda Jatim.
Pada tanggal 16 September 2021, Berkas perkara tersangka JE oleh penyidik Polda Jatim dilimpahkan kepada kejaksaan Tinggi (Kejati) Jatim.
Kemudian pada tanggal 23 September, berkas perkara tersangka JE dikembalikan lagi ke penyidik oleh Jaksa dikarenakan masih terdapat kekurangan yang wajib dipenuhi oleh Penyidik.
Karena sudah dua kali berkas dikembalikan oleh Jaksa, tersangka JE kemudian mengajukan permohonan praperadilan untuk memperjelas status hukumnya.
Ia meminta Majelis Hakim agar menghentikan penyidikan perkaranya sekaligus menggugurkan status tersangka yang disandangnya.
Permohonan Praperadilan tersangka JE ersebut didaftarkan pada 5 Januari 2022 dan teregister dengan nomor perkara 1/Pid.Pra/2022/PN Sby.