Surabaya – Tangis Dian Seicillia pecah di ruang sidang Candra Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, seusai mendengar tuntutan dari Jaksa Penuntut Umum (JPU) pengganti I Gede Willy Pramana, Rabu (19/1/2022).
JPU menuntut terdakwa Irwan Tanaya, yang tidak lain adalah suaminya, dengan hukuman penjara 4,5 tahun, dinilai terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana pemalsuan keterangan dalam akta otentik sesuai Pasal 266 Juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHAPidana.
Terdakwa Irwan Tanaya tidak sendirian duduk di kursi pesakitan, melainkan bersama mitra kerjanya di PT Hobi Abadi Internasional, yakni Benny Soewanda yang juga berstatus terdakwa dan juga dituntut hukuman penjara 4,5 tahun oleh JPU I Gede Willy Pramana untuk perkara yang sama.
Irwan terakhir menjabat sebagai komisaris dan Benny menduduki jabatan Direktur di PT Hobi Abadi Internasional.
Keduanya dilaporkan oleh Richard Susanto ke Polisi karena dituding mengeluarkan dirinya sebagai komisaris PT Hobi Abadi Internasional, karena merubah direksi tanpa sepengetahuannya.
Pertimbangan JPU Willy dalam tuntutannya diantaranya yang memberatkan adalah kedua terdakwa tersebut berbelit-belit memberikan keterangan dan akibat perbuatan dari Irwan dan Benny itu membuat saksi korban Richard Susanto berpotensi kehilangan gaji senilai Rp58 juta.
Selain itu, pertimbangan yang memberatkan yaitu saksi korban Richard Susanto juga mengaku kehilangan dua merk dari pihak ketiga ketiga dan meresahkan masyarakat.
Sedangkan pertimbangan yang meringankan adalah kedua terdakwa belum pernah dihukum dan mereka merupakan tulang punggung keluarga.
Seusai persidangan, keluarga Irwan yang hadir dalam persidangan itu merasa tuntutan itu terlalu berat. Sebab, mereka merasa Irwan tidak pernah melakukan tindak pidana yang dituduhkan itu.
“Pak Jokowi tolong pak. Anak saya dijerumuskan ke sel. Padahal, anak saya tidak salah. Kami butuh keadilan pak Presiden. Tolong bantu kami agar hukum di Indonesia ditegakkan seadil-adilnya,” kata Swee, ibu terdakwa Irwan pada awak media.
Sementara itu, Drs. Bima Putera Limahardja , S.H., juru bicara tim PH-nya kedua terdakwa, merasa kalau ada kejanggalan dalam tuntutan itu dan tidak sesuai fakta persidangan.
Sebab, menurutnya ada pertimbangan jaksa yang tidak ada dalam dakwaan, yakni saksi korban yang merasa dirugikan karena gaji sebesar Rp58 juta hilang.
Pertimbangan tersebut, sambung Bima Putera Limahardja tidak pernah sama sekali tertuang dalam dakwaan sebagai obyek perkara.
Dalam dakwaan tersebut, kata Bima Putera Limahardja hanya tertuang kalau Richard Sutanto mengalami kerugian sebesar 200 lembar senilai Rp200 juta.
Parahnya lagi, di persidangan awal, menurut Bima Putera Limahardja bila saksi korban Richard Susanto sendiri tidak mengakui isi dakwaan JPU dan malah menyalahkan dakwaan Jaksa.
“Kalau saksi korban atau pelapor saja sudah membantah, terus persidangan ini jalan atas dasar apa? Apalagi sampai tuntutan,” sentilnya.
Juga saksi penting, yakni Notaris Adhi Nugroho jelas Bima Putera Limahardja tidak dihadirkan dalam persidangan, sebab berkaitan pemberian keterangan palsu sesuai dalam Pasal 266 KUHAPidana.
Padahal lanjut Bima Putera Limahardja, Notaris yang menerbitkan akte perubahan Direksi PT Hobi Abadi Internasional tidak dihadirkan dalam pemeriksaan ataupun dalam persidangan.
“Ahli juga menegaskan kalau kasus ini harus ada keterangan Notaris. Anehnya lagi, kenapa kasus ini dinyatakan lengkap di kejaksaan,” imbuhnya.
Kalau Richard Susanto mengaku ada kerugian, Bima Putera Limahardja menyebut fakta yang ditemukan selama persidangan diketahui saham yang dituduhkan hilang tadi tetap ada.
Selain itu, ahli tutut Bima Putera Limahardja juga mengatakan kalau Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) luar biasa PT Hobi Abadi Internasional itu dilakukan sudah sesuai dengan Standar Operasional Prosedur (SOP).
“Tim penasihat hukum kedua terdakwa itu akan melaporkan kondisi yang mereka alami itu ke Presiden RI dan ke Kejaksaan Agung. Hukum jangan tajam ke bawah dan tumpul ke atas dong,” pintanya menutup wawancara.
Dikonfirmasi terpisah, JPU Sulfikar mengatakan kalau pertimbangan memberatkan itu dituliskan berdasarkan fakta persidangan. “Tidak ada melihat ke sisi lainnya,” dalihnya, Rabu (19/1/2022).