Site icon Madurapers

Revolusi Industri 4.0, Generasi Milenial, dan Penelitian Sosial

Mohammad Fauzi, Penasehat Lembaga studi Perubahan dan Demokrasi (LsPD).

Mohammad Fauzi, Penasehat Lembaga studi Perubahan dan Demokrasi (LsPD).

Kemajuan teknologi komunikasi digital (digital communication technologies/DCT’s)—temuan penelitian terapan (applied research) di era generasi milenial (millennials)—mendorong globalisasi memasuki era baru, yakni globalisasi 3.0 (globalization 3.0) (Friedman, 2007).

Klaus Schwab (2016) mengkategorisasikan era ini ke dalam revolusi industri keempat (fourth industrial revolution). Revolusi industri 4.0 (industry 4.0) ini terjadi sekitar tahun 2010-an melalui teknologi digital, yang berkembang dan didorong oleh teknologi Komputasi Awan (Cloud Computing), teknologi Big Data, Internet untuk Segala (Internet of Things/IoT), dan Kecerdasan Buatan (Artificial Intelligence/AI) (Gunarto, 2018).

Kemajuan teknologi ini sebagai penyanggah utama pergerakan dan konektivitas manusia dan mesin serta mendisrupsi (merubah secara fundamental) pelbagai kehidupan sosial masyarakat. Pada bidang politik mendisrupsi (disrupt) regulasi dan program kerja pemerintahan, di bidang sosial mendisrupsi struktur sosial masyarakat, di bidang budaya mendisrupsi pola pikir manusia, dan di bidang ekonomi mendisrupsi model kepemilikan bisnis berbasis kolaboratif (Prasetyo dan Trisyanti, 2019).

Di sektor lapangan usaha, implikasinya terjadi otomatisasi berbasis komputer yang membuat produksi semakin meningkat dan menghemat waktu dan biaya produksi. Namun demikian, dampak buruknya terjadi lonjakan pengangguran akibat tergantikannya tenaga manusia dengan mesin.

Menurut penelitian WEF (World Economic Forum) tahun 2018, otomatisasi di pelbagai sektor lapangan usaha memediasi terjadinya transformasi tenaga kerja (workforce). Berkaitan dengan hal tersebut, terdapat jenis pekerjaan yang tetap stabil, meningkat, menghilang, dan baru di pelbagai sektor lapangan usaha.

Salah satu jenis pekerjaan yang meningkat peranannya di pelbagai sektor lapangan usaha industri adalah penelitian dan pengembangan (research and development/R&D). Daya serap tenaga kerja R&D di sektor lapangan usaha ini pangsanya meningkat sebesar 10% (WEF, 2018).

Di Indonesia lapangan pekerjaan ini banyak diisi oleh angkatan kerja generasi milenial (generasi langgas) lulusan diploma dan sarjana PTN/PTS. Jumlah angkatan kerja ini pada Triwulan 1 bulan Februari Tahun 2019 sebesar 20.190.527 (10,28%) dari jumlah total angkatan kerja sebesar 196.462.765 (BPS RI, 2019a: 227).

Berdasarkan fakta sosial tersebut, dapat diinterpretasikan bahwa secara paralel peranan peneliti sosial di era revolusi industri 4.0 juga sangat dibutuhkan di pelbagai sektor lapangan usaha, baik di lembaga pemerintah dan swasta.

Penelitian sosial ini—khususnya temuan dan rekomendasi penelitian—pada tingkat struktural kelembagaan pemerintah dan swasta akan memberikan kontribusi besar pada performansi/kinerja organisasi pemerintah dan swasta sehingga produk kebijakan, program kerja, pelayanan, dan produk lainnya berhasil dan berdaya guna (efektif dan efisien).

Pada tingkat pembuat kebijakan dan pekerja lain, penelitian ini—khususnya produk penelitian—dapat menjadi referensi untuk pembentukan/peningkatan kapasitas pemahaman pada permasalahan sosial yang muncul di masyarakat dan perbaikan kehidupan sosial masyarakat.

Sinergis dengan hal tersebut, pemerintah menetapkan RIRN (Rencana Induk Riset Nasional) Tahun 2017-2045 pada tahun 2018. Dalam RIRN Tahun 2017-2045, penelitian sosial humaniora diklafisikasikan pada jenis penelitian dasar dan terapan (kajian kebijakan pelbagai sektor pembangunan). Tujuan pelaksanaan kedua jenis penelitian tersebut adalah untuk meningkatkan pemahaman atas masalah sosial kemasyarakatan dan mendukung penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi di masyarakat secara berkelanjutan.

Arah penelitiannya ditujukan pada: (1) kualitas, (2) relevansi, dan (3) daya saing, yakni peningkatan kapasitas kompetensi, konektivitas penelitian dengan pengguna hasil penelitian (masyarakat, pemerintah, dan swasta), dan pengakuan keahlian (kepakaran) di tingkat lokal, nasional, regional, dan internasional (Perpres RI No. 38 Tahun 2018).

Namun, permasalahan krusial terkait dengan angkatan kerja generasi langgas untuk menjadi peneliti adalah: (1) kepribadian (karakter personal) negatif—seperti pemalas, narsis, dan suka melompat dari satu pekerjaan ke pekerjaan lain, dan (2) keterampilan penelitian yang masih lemah, perlu diperbaiki dan ditingkatkan oleh perbagai stakeholders pembangunan SDM, sehingga generasi ini serapannya besar/tinggi di pelbagai sektor lapangan usaha.

Akumulasinya dapat meningkatkan kondisi sosial-ekonomi generasi langgas yang selanjutnya dapat memberikan kontribusi pada peningkatan kesejahteraan sosial-ekonomi (socio-economic) negara-bangsa Indonesia.

 Peluang dan Tantangan sebagai Peneliti

 Revolusi industri 4.0 mendorong munculnya inovasi teknologi dan sosial (technological and social innovation) yang membawa dampak pada disrupsi (disruption) kehidupan masyarakat. Di sektor lapangan usaha ekonomi otomatisasi berbasis komputer merubah fundamental bisnis yang merubah secara fundamental peranan tenaga kerja di pelbagai jenis lapangan usaha ekonomi.

Konsekuensinya, menurut penelitian WEF tahun 2018 terdapat lapangan pekerjaan yang masih tetap stabil, meningkat, mubasir/menurun, dan bahkan muncul jenis pekerjaan baru. Salah satu diantara lapangan pekerjaan yang meningkat perannya di pelbagai sektor lapangan usaha industri adalah penelitian pengembangan/R&D. Perannya di pelbagai sektor industri trendnya meningkat mencapai 10% (WEF, 2018).

Di Indonesia aktivitas R&D dilakukan oleh Badan Litbang Kementerian, Lembaga Pemerintah Non Kementerian, Pemerintah Daerah, PTN/PTS, dan perusahaan negara dan swasta. Kegiatannya diantaranya diatur dalam Kebijakan Industri Nasional (KIN), Rencana Induk Pembangunan Industri Nasional (RIPIN), skim penelitian PTN/PTS Kemenristekdikti, dan kegiatan R&D perusahaan negara dan swasta.

Melalui Kebijakan Industri Nasional pemerintah memberikan fasilitas kepada pelaku industri yang melakukan penelitian, pengembangan, dan inovasi (Perpres RI No. 2 Tahun 2018). Dalam RIPIN 2015-2035 R&D ditetapkan untuk dilakukan secara kolaboratif antar-stakeholders peneliti (pemerintah, pengusaha, dan akademisi) untuk meningkatkan kemampuan inovasi dan penguasaan teknologi pelaku dunia industri (Pusat Publikasi Kemenperin, 2015).

Perkiraan pengeluaran kotor Pemerintah Indonesia Tahun 2016 pada R&D (forecast gross expenditures on R&D) sebesar 0,30% (US$4.57 milyar) dari GDP US$1.524,9 milyar (ABM and IRI, 2016). Pada RIRN 2017-2045 riset nasional berorientasi pada: (1) peningkatan literasi ilmu pengetahuan dan teknologi, (2) peningkatan kapasitas, kompetensi, dan sinergi riset nasional, dan (3) kemajuan ekonomi nasional berbasis ilmu pengetahuan dan teknologi, yang dilakukan oleh pemerintah (Badan Litbang dan perusahaan industri produk/jasa/pemasaran), PTN/PTS, dan pihak swasta (perusahaan industri produk/jasa/pemasaran).

Alokasi anggaran yang dikeluarkan pemerintah pada tahun 2015 sebesar 0,20% (Rp17,96 triliun) (Perpres RI No. 38 Tahun 2018) dari PDB Rp8,982 triliun (BPS RI, 2019b).

Pada skim penelitian PTN/PTS Indonesia Kemenristekdikti Tahun 2019 tampak pada penelitian kolaborasi antar-stakeholders penelitian (kalangan akademisi, enterpreneurs, dan profesional) lintas disiplin antarbidang ilmu yang berorientasi pada penemuan potensi masalah dan nilai ekonomi yang dapat membantu masyarakat untuk mengantisipasi berbagai masalah sosial, ekonomi, dan politik di masa depan (Kemenristekdikti, 2019b).

Pagu alokasi anggarannya ditetapkan oleh Kemenristekdikti pada tahun 2019 mencapai Rp1,39 triliun (Kemenristekdikti, 2019a). Program R&D perusahaan negara dan swasta ditujukan untuk meningkatkan daya saing produk perusahaan yang memiliki keunggulan kompetitif.

R&D kemudian menjadi program unggulan pelbagai perusahaan untuk menciptakan dan meningkatkan kualitas keberlanjutan produk/jasa baru, yang selanjutnya dapat meraih keberlanjutan finansial (financial sustainability) perusahaan. Yakni, kemampuan produktif perusahaan untuk memperoleh penghasilan secara stabil atau lebih, melalui kegiatan memobilisasi, mengelola, dan menggunakan sumber dayanya (keuangan, tenaga kerja, dan misi) secara efisien dan efektif.

Pengeluaran aktivitas R&D setiap perusahaan berbeda, tergantung pada aspek kebutuhannya (Wardana et al., 2018: 173 dan 181). Namun, khusus BUMN dan BUMD jumlah pengeluaran R&D BUMN/BUMD dari anggaran CSR sebesar 2% dari keuntungan bersih dalam 1 tahun anggaran (Permen BUMN Nomor Per-05/MBU/Tahun 2007).

Magnitude daya dukung struktural, kebijakan, program tersebut—terlepas dari persoalan ketidakterpaduan antarstakeholders R&D (Badan Litbang, PTN/PTS, dan perusahaan) dan skim pendanaan R&D yang belum memadai seperti halnya negara-negara maju (DRN, 2018: 7-8)—memberikan peluang besar bagi generasi langgas lulusan PTN/PTS untuk berkiprah pada pekerjaan penelitian, pengembangan, dan inovasi.

Namun, perubahan kondisi sosial, ekonomi, budaya, dan politik yang kompleks dan kompetitif yang dipicu oleh revolusi industri 4.0 menuntut peneliti untuk selalu berinovasi dalam melakukan aktivitas R&D. Trend penelitian kolaboratif antar-stakeholders penelitian lintas disiplin antarbidang ilmu di era revolusi industri 4.0—menuntut peneliti sosial tidak hanya memiliki kompetensi penelitian tetapi juga harus memiliki kompetensi inovasi sosial.

Hal ini karena orientasi penelitian kontemporer era revolusi industri 4.0 lebih berorientasi pada penemuan produk (termasuk konsep, gagasan, teori, dan praktek) yang memiliki relevansi mengatasi masalah sosial, menemukan masalah sosial, dan proyeksi penanganan masalah sosial di masa depan.

Standar kompetensi penelitian adalah standar kemampuan yang disyaratkan untuk dapat melakukan kegiatan penelitian, pengembangan, dan pengkajian yang menyangkut aspek pengetahuan, keahlian, dan perilaku yang relevan dengan tugas dan syarat sebagai peneliti.

Standar kompetensi peneliti yang dibutuhkan generasi langgas untuk menjadi peneliti menurut regulasi LIPI Tahun 2009 adalah: (1) pengetahuan, (2) kecakapan, dan (3) sikap.

Kompetensi pengetahuan meliputi kemampuan teknik: (1) penelusuran kepustakaan, (2) pengumpulan dan pengolahan data, (3) penulisan karya ilmiah (peneliti pertama), (4) presentasi, (5) memimpin kelompok penelitian (peneliti muda), (6) perencanaan penelitian, (7) pengajaran dan pembimbingan (peneliti madya), dan (8) penulisan buku (peneliti utama).

Kompetensi kecakapan meliputi kemampuan: (1) berkomunikasi dengan baik, (2) mengoperasikan alat penunjang penelitian, (3) mengolah dan menganalisis data, (4) menulis dalam bahasa Indonesia yang baik dan benar (peneliti pertama), (5) menulis abstrak dalam bahasa Inggris yang baik dan benar, (6) mengoperasikan alat bantu presentasi dan paraga (peneliti muda), (7) memotivasi diri dan orang lain (peneliti madya), dan (8) menulis dalam bahasa Inggris dengan baik dan benar (peneliti utama).

Kompetensi sikap meliputi: (1) jujur, (2) bertanggung jawab, (3) disiplin, (4) bisa bekerja sama (peneliti pertama), (5) kritis, (6) kreatif (peneliti muda), (7) motivatif, (8) inovatif (peneliti madya), (9) pengendalian diri, dan (10) adaptif (peneliti utama) (Perka LIPI No. 4/E/Tahun 2009).

Standar kompetensi peneliti ini dalam regulasi LIPI Tahun 2018 adalah penguasaan dasar keilmuan sesuai bidang kepakaran melalui tahapan: (1) mengidentifikasi masalah, (2) melakukan penelusuran informasi ilmiah untuk mencari alternatif solusi atas masalah, (3) mencari solusi atas masalah, (4) menganalisis hasil, dan (5) menyampaikan hasil yang menjadi topik kegiatan pada tingkat dasar/pemula/menengah/tingkat lanjut.

Bidang kepakaran yang dimaksud adalah ruang lingkup keahlian, keterampilan, sikap, dan tindak peneliti yang mencerminkan tugas, fungsi, kewajiban, hak, tanggung jawab, dan kompetensinya (PerLIPI No. 14 Tahun 2018).

Selain kompetensi tersebut, generasi langgas untuk menjadi peneliti juga harus memiliki kapasitas keterampilan penelitian. Keterampilan ini, mengutip pendapatnya J. K. Boyce dan R. E. Evenson (1975), adalah keterampilan inventif, teknis-engenering, teknis-ilmiah, dan ilmiah-konseptual.

Keterampilan inventif adalah keterampilan menemukan sesuatu berdasarkan pengalaman. Keterampilan teknis-engenering adalah keterampilan yang diperoleh dari hasil terapan dari textbook untuk memecahkan masalah. Keterampilan teknis-ilmiah adalah keterampilan menguasai teknik dan kemampuan ilmiah sebagai latar belakang untuk mengadakan analisis. Keterampilan ilmiah-konseptual adalah keterampilan ilmiah dan konseptual yang diperoleh dari pengalaman penelitian (Zain, 2014).

Sedangkan inovasi sosial adalah praktek, model, pelayanan, produk baru untuk menangani tantangan kebutuhan sosial yang kompleks (Morrar et al., 2017). Produk baru tersebut juga bisa berupa prinsip, gagasan, regulasi, gerakan sosial, dan intervensi baru untuk mengatasi tantangan sosial (social challenge) (Wibowo, 2006), yang muncul sebagai akibat dari perubahan fundamental pelbagai kehidupan manusia karena revolusi industri 4.0.

Inovasi ini dapat memberikan pengaruh positif pada individu, masyarakat, dan organisasi (Morrar et al., 2017). Inovasi ini tercipta dari hasil pelaksanaan aktivitas penelitian pengembangan/R&D (DRN, 2018).

Kompetensi/keahlian yang diperlukan generasi langgas untuk melakukan inovasi sosial adalah: (1) kecerdasan kognitif, seperti kompetensi teoritis, penelitian, dan penggunaan alat teknologi komunikasi digital penunjang penelitian dan inovasi sosial, (2) kecerdasan sosial, seperti kepercayaan diri membuat transformasi inovatif, mampu bekerja kelompok dan jaringan untuk menghasilkan kerja optimal, dan berempati dalam melakukan hubungan sosial, dan (3) kecerdasan religius, seperti komitmen pada nilai (norma agama, sosial, dan hukum) yang berlaku di masyarakat.

Kompetensi/keahlian ini dapat diperoleh melalui pendidikan dan pengalaman melalui pembelajaran sosial di lingkungan pendidikan dan masyarakat (Wibowo, 2006).

 Profesi Peneliti di Era Revolusi Industri 4.0

 Di era revolusi industri 4.0 generasi langgas memilih profesi sebagai peneliti pasca pendidikan perguruan tinggi adalah pilihan yang sangat strategis. Hal ini karena, pertama, revolusi industri 4.0 membawa dampak integrasi manusia dan mesin serta perubahan fundamendal (disrupsi) pada kehidupan sosial masyarakat (Prasetyo dan Trisyanti, 2019) sehingga dibutuhkan penelitian pengembangan/R&D yang berorientasi pada penemuan potensi masalah dan prediksi penanganannya di masa depan (Kemenristekdikti, 2019b).

Kedua, era revolusi industri 4.0 mendorong pemerintah (nasional dan daerah), perusahaan (negara dan swasta), dan PTN/PTS untuk terus melakukan inovasi teknologi dan sosial untuk meningkatkan daya saing yang berpengaruh positif pada kondisi sosial-ekonomi masyarakat dan pembangunan negara Indonesia (DRN, 2018). Temuan inovasi ini diperoleh melalui penelitian pengembangan/R&D (DRN, 2018).

Ketiga, di era revolusi industri 4.0 jumlah peneliti pada angkatan kerja proporsinya di Indonesia masih tertinggal dibandingkan dengan negara-negara ASEAN. Proporsi 1 juta orang per angkatan kerja hanya mampu dicapai Indonesia sebesar 0,04 (360 orang) tahun 2009.

Pada tahun tersebut, SDM IPTEK pemerintah yang melakukan R&D hanya 70.431 orang peneliti dengan komposisi 58,11% (40.930 orang) peneliti dan sisanya 41,89% (29.501 orang) adalah teknisi dan staf pendukung.

Di PTN/PTS ada 22.102 orang peneliti yang melakukan penelitian R&D, tetapi penelitiannya berorientasi akademis dan mayoritas tidak terkoneksi dengan stakeholders penelitian lain (enterpreneurs dan profesional), pemerintah, pelaku industri, dan pemecahan masalah sosial di masyarakat.

Di perusahaan industri swasta ada 7.777 orang peneliti R&D, tetapi produktivitasnya belum mampu melayani kebutuhan industri pada inovasi (DRN, 2018).

Dukungan struktural, kebijakan, dan skim pendanaan R&D yang memadai—paling tidak pada masa mendatang—dari pemerintah dan perusahaan industri sangat dibutuhkan agar jumlah angkatan kerja peneliti secara proporsional meningkat dan produktif melakukan aktivitas R&D untuk tujuan menemukan inovasi teknologi dan sosial baru.

Inovasi ini dibutuhkan untuk: (1) peningkatan daya saing inovasi negara Indonesia dan perusahaan industri, dimana daya saing inovasi ini akan memediasi terjadinya transformasi sosial-ekonomi yang selanjutnya berdampak positif pada pencapaian pembangunan nasional (DRN, 2018), dan (2) mengantisipasi dan mengendalikan perubahan radikal yang berpotensi dapat merubah fundamental struktur sosial masyarakat (Prasetyo dan Trisyanti, 2019).

Berkaitan dengan hal tersebut, kesiapan kompetensi dan keahlian penelitian dan inovasi sosial generasi langgas untuk menjadi peneliti adalah mutlak diperlukan. Kompetensi dan keahlian pada bidang tersebut perlu dibentuk, paling tidak pada kompetensi peneliti pemula (Perka LIPI No. 4/E/Tahun 2009), keterampilan teknis-engenering (Zain, 2014), dan kecerdasan kognitif, sosial, dan religius (Wibowo, 2006).

Medianya melalui pembelajaran penelitian textbook di PTN/PTS, pembelajaran bidang ilmu lain (khususnya bidang ilmu kewirausahaan sosial) yang mengintegrasikan pendidikan inovasi di PTN/PTS, dan pembelajaran sosial yang memberikan pengalaman dalam penelitian dan inovasi sosial baik di PTN/PTS maupun di luar PTN/PTS (Wibowo, 2006).

Upaya tersebut harus didukung secara struktural, kebijakan, dan skim pendanaan yang cukup oleh pemerintah dan pihak swasta (Badan Litbang, PTN/PTS, dan perusahaan industri produk/jasa/pemasaran) sebagai aktor utama peningkatan inovasi teknologi dan sosial di negara Indonesia (DRN, 2018).

 

Mohammad Fauzi, Penasehat Lembaga studi Perubahan dan Demokrasi (LsPD).

Exit mobile version