Bangkalan – Bersyukur kepada Allah S.W.T., tidaklah sesederhana yang dibayangkan dan dipraktekkan oleh sebagian orang Islam. Ketentuan ini dalam Al-Qur’an antara lain dijelaskan: “… sedikit sekali dari hamba-hamba-Ku yang berterima kasih.” (QS Saba’: 13)
Ayat ini menurut Ar-Raqib (dalam Madany, 2015) mengandung peringatan bahwa implementasi (pelaksanaan) kewajiban bersyukur secara sempurna kepada Allah S.W.T., sangatlah sulit.
Kesulitan ini seharusnya menyadarkan kita (umat Islam) akan pentingnya pertolongan Allah S.W.T., kepada kita. Tanpa pertologan-Nya syukur kita hanyalah sebatas seremonial saja.
Untuk mengatasi pelawa (rintangan/hambatan/kesulitan) tersebut, Nabi Muhammad s.a.w., mengajarkan doa kepada umatnya untuk meminta pertolongan Allah S.W.T., agar dapat mengingat (berdzikir) kepada-Nya, mensyukuri nikmat karunia-Nya, dan beribadah dengan baik kepada-Nya.
Doa tersebut antara lain disebutkan dalam Al-Qur’an: “… Ya Tuhanku, tunjukilah aku untuk mensyukuri nikmat Engkau yang telah Engkau berikan kepadaku dan kepada ibu bapakku dan supaya aku dapat berbuat amal shaleh yang Engkau ridhai; berilah kebaikan kepadaku dengan (memberi kebaikan) kepada anak cucuku. Sesungguhnya aku bertaubat kepada Engkau dan sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri.” (QS Al Ahqaaf: 15)
Al-Qur’an juga menyebutkan: “… Ya Tuhanku berilah aku ilham untuk tetap mensyukuri nikmat-Mu yang telah Engkau anugerahkan kepadaku dan kepada dua orang ibu bapakku dan untuk mengerjakan amal shaleh yang Engkau ridhai; dan masukkanlah aku dengan rahmat-Mu ke dalam golongan hamba-hamba-Mu yang shaleh.” (QS An Naml: 19)
Dengan berdoa kepada Allah S.W.T., kita bisa melaksanakan syukur secara sempurna. Hal ini karena hanya Allah S.W.T., yang Maha Mengetahui bagaimana bentuk syukur yang Dia kehendaki dari hamba-Nya.
Selain itu, dengan berdoa manusia tidak terjebak ke dalam kepercayaan diri yang berlebihan tentang kemampuannya dalam melaksanakan kewajiban keagamaan, termasuk bersyukur. Tanpa pertolongan Allah S.W.T., semuanya tidak mungkin dapat dilakukan.
Menurut al-Ghazali penyebab utama hambatan (pelawa) manusia bersyukur adalah kebodohan dan kelalaian. Kedua penyebab tersebut membuat manusia tidak mengetahui nikmat karunia Allah S.W.T., dan terganggu oleh hawa nafsu dan godaan setan.
Solusi atas pelawa tersebut, al-Ghazali merekomendasikan, pertama, agar memperhatikan secara fisik dan meteriil keadaan orang-orang yang berada di bawahnya dan melakukan yang biasa dilakukan oleh ulama sufi.
Kedua, senantiasa melakukan perenungan terhadap berbagai nikmat Allah S.W.T. dengan perenungan ini kita akan sadar bahwa nikmat itu benar-benar wajib disyukuri.
Koheren dengan pendapat al-Ghazali, dengan bersandarkan pada hadits nabi Muhammad s.a.w., Abdul Aziz al-Khuli memaparkan agar kita menumbuhkan sikap qana’ah dan ridha dalam jiwa dan cara mengenal nikmat karunia Allah S.W.T., adalah dengan melaksanakan kewajiban untuk bersyukur nikmat karunia-Nya. Dengan demikian Allah S.W.T., akan menambahkan nikmat-Nya kepada kita.