Site icon Madurapers

UU TNI: Efek Domino hingga Pelemahan Rupiah

Abdul Mukhlis, Pemerhati Sosial, Politik dan Kebijakan Publik, Alumni Magister Ilmu Politik dengan Minat Studi Analisis Politik di Universitas Airlangga, Surabaya

Abdul Mukhlis, Pemerhati Sosial, Politik dan Kebijakan Publik, Alumni Magister Ilmu Politik dengan Minat Studi Analisis Politik di Universitas Airlangga, Surabaya (Dok. Madurapers, 2025).

Pengesahan perubahan atas Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (UU TNI) pada 20 Maret 2025 menimbulkan ketidakpastian politik yang langsung mengguncang pasar keuangan Indonesia. Meskipun tidak ada hubungan langsung antara revisi ini dan pelemahan rupiah, reaksi investor terhadap ketidakpastian kebijakan menciptakan efek domino yang berujung pada depresiasi rupiah.

Tulisan ini menganalisis kecenderungan tersebut menggunakan teori ekspektasi rasional serta konsep arus modal dan kurs valuta untuk menjelaskan persepsi pasar terhadap revisi UU TNI memicu aksi jual saham, arus modal keluar, dan pada akhirnya melemahkan nilai tukar rupiah.

Pengesahan revisi UU TNI membawa beberapa perubahan seperti perluasan peran militer dalam jabatan sipil dan perpanjangan usia pensiun prajurit. Pasar membaca kebijakan ini sebagai indikator meningkatnya peran militer dalam pemerintahan yang berpotensi mengubah dinamika kebijakan di Indonesia dan menimbulkan ketidakpastian baru.

Dalam ekspektasi rasional, pelaku pasar bereaksi terhadap situasi ini dan memprediksi dampak kebijakan terhadap stabilitas jangka panjang. Kekhawatiran yang muncul di pasar antara lain ketidakpastian regulasi investasi akibat kemungkinan kebijakan yang lebih dipengaruhi pertimbangan politik dan militer; peningkatan anggaran pertahanan yang bisa memperburuk defisit fiskal; dan risiko instabilitas politik. Meskipun revisi UU TNI bukan isu ekonomi secara langsung, ketidakpastian yang ditimbulkannya cukup untuk menggoyahkan kepercayaan pasar.

Pasar Bergejolak Implikasi Aksi Jual Saham

Pada 21 Maret 2025, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) terpantau parkir di zona merah ditutup melemah 1,94% atau 123,49 poin ke level 6.258,18 (Data Indonesia:21/03/25). Pada tanggal 18 Maret 2025, IHSG mengalami penurunan signifikan hingga 5%, memaksa Bursa Efek Indonesia (BEI) untuk memberlakukan penghentian sementara perdagangan (trading halt) sekitar pukul 11:19 WIB (Kompas:18/03/25). Peristiwa ini berdampak pada banyak investor dan menimbulkan kekhawatiran di pasar saham Indonesia. Secara keseluruhan, selama periode 17 hingga 21 Maret 2025, IHSG mengalami penurunan sebesar 3,95% (Oke Zone:22/03/25). Pasar saham dikenal sebagai leading indicator dari sentimen ekonomi dan politik. Ketika terjadi ketidakpastian besar—baik dari faktor internal seperti kebijakan pemerintah maupun eksternal seperti guncangan ekonomi global—pelaku pasar akan langsung bereaksi dengan menyesuaikan portofolio mereka, terutama dengan menjual saham yang dianggap berisiko tinggi.

IHSG berada di zona merah pada penutupan perdagangan (Kompas:21/3/2025). Jika pengesahan UU TNI langsung memicu trading halt, ini menunjukkan bahwa pasar melihat risiko sangat besar dalam waktu singkat. Aksi jual dilakukan dalam skala masif terutama oleh investor asing. Pasar tidak memiliki cukup likuiditas untuk menahan tekanan jual, sehingga IHSG harus dihentikan sementara untuk menghindari anjlok lebih dalam.

Aksi jual ini sejalan dengan ekspektasi rasional, di mana pelaku pasar lebih memilih mengurangi risiko lebih awal daripada menunggu dampak kebijakan terasa. Investor tidak hanya bereaksi terhadap peristiwa saat ini, tetapi juga membuat keputusan berdasarkan prediksi masa depan. Artinya, tidak perlu melihat dampak kebijakan secara nyata sebelum bertindak—cukup dengan membaca sinyal risiko dan segera menyesuaikan strategi investasinya.

Dalam konteks revisi UU TNI, pasar menilai bahwa perubahan ini dapat meningkatkan ketidakpastian politik dan regulasi. Meskipun dampak sebenarnya dari kebijakan ini belum terjadi, investor sudah mempertimbangkan beberapa kemungkinan seperti potensi instabilitas regulasi yang dapat menyebabkan ketidakpastian di sektor ekonomi tertentu, risiko perubahan tata kelola pemerintahan dengan masuknya militer yang dapat mengubah arah kebijakan khususnya bidang ekonomi dan sentimen negatif dari pasar global yang biasanya sangat peka terhadap sinyal ketidakpastian politik sehingga menarik modal lebih awal sebelum terjadi guncangan lebih besar di kemudian hari.

Arus Keluar Modal dan Tekanan terhadap Rupiah

Investor setelah melakukan penjualan saham tidak hanya menyimpan dananya dalam rupiah, tetapi juga mengonversinya ke mata uang asing, terutama dolar AS, sebelum membawanya keluar dari Indonesia. Dalam pendekatan arus modal keluar dan kurs valuta asing, dalam sistem ekonomi terbuka seperti Indonesia, ketika pelaku pasar menarik modalnya, permintaan terhadap dolar AS meningkat drastis. Sebaliknya, pasokan rupiah di pasar meningkat akibat aksi jual aset dalam negeri. Ketidakseimbangan ini menyebabkan depresiasi rupiah.

Hasilnya, pada 25 Maret 2025, rupiah jatuh ke Rp16. 640 per dolar AS (Reuters 25/03/25), level terendah dalam sejarah sejak krisis Asia 1998 yang mencapai Rp16.800 per dolar AS. Bank Indonesia (BI) merespons dengan intervensi di pasar valas, tetapi derasnya arus keluar modal membuat upaya ini kurang efektif. Situasi ini diperkirakan akan terus melemah jika tidak ada kepercayaan dan kepastian pasar menghadapi situasi politik yang tidak stabil.

Ketidakpastian akibat revisi UU TNI juga memicu kekhawatiran terhadap stabilitas fiskal Indonesia. Analis menyoroti bahwa jika anggaran pertahanan meningkat tanpa keseimbangan fiskal yang jelas, dampaknya merembet pada meningkatnya utang pemerintah, kenaikan inflasi akibat depresiasi rupiah terutama pada harga barang impor dan perlambatan pertumbuhan ekonomi jika investasi terus menurun. Ini memperkuat efek domino ketidakpastian politik menyebabkan tekanan pasar yang pada akhirnya berdampak pada perekonomian secara keseluruhan.

Dalam menghadapi depresiasi rupiah, BI dihadapkan pada dua opsi utama. Pertama, menaikkan suku bunga untuk menarik kembali investor asing. Namun, langkah ini bisa memperlambat pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan beban utang dalam negeri. Kedua, menggunakan cadangan devisa untuk intervensi di pasar valas. Namun, ini bukan solusi jangka panjang, karena cadangan devisa terbatas.

Kesimpulan

Dilema ini menempatkan pemerintah dan otoritas moneter dalam posisi sulit. Jika kepercayaan pasar tidak segera pulih, rupiah bisa terus melemah dan menambah tekanan ekonomi lebih dalam. Inilah efek domino dari ketidakpastian politik ke depresiasi rupiah.

Revisi UU TNI bukanlah penyebab langsung pelemahan rupiah, tetapi ketidakpastian yang ditimbulkan akan menciptakan efek domino yang mengguncang pasar. Dengan menggunakan teori ekspektasi rasional dan model mundell-fleming, dapat menjelaskan bahwa pasar bereaksi terhadap sinyal ketidakpastian dari revisi UU TNI dengan tekanan jual yang kuat. Investor yang khawatir terhadap risiko regulasi mulai menjual aset mereka lebih awal. Aksi jual saham ini memicu arus modal keluar, meningkatkan permintaan dolar AS dan mempercepat depresiasi rupiah.

Depresiasi rupiah memperparah risiko ekonomi, seperti kenaikan inflasi, defisit fiskal, dan potensi perlambatan pertumbuhan. Jika pemerintah tidak segera mengambil langkah konkret untuk meredakan ketidakpastian politik dan memberikan kepastian hukum bagi pelaku pasar, risiko pelemahan rupiah yang lebih dalam membayangi perekonomian Indonesia.

Untuk meredakan ketidakpastian politik dan memberikan kepastian hukum, pemerintah Indonesia perlu menunjukkan komitmen politik yang kuat untuk menjaga stabilitas kebijakan; memastikan transparansi dan akuntabilitas kebijakan; menjaga independensi BI; meningkatkan daya saing ekonomi; dan membangun kepercayaan publik dan investor.

Jika langkah itu dilakukan, harapannya, ketidakpastian politik dapat diminimalkan, kepercayaan pasar dapat dipulihkan dan depresiasi rupiah dapat ditekan sebelum menimbulkan dampak ekonomi yang lebih luas.

 

Abdul Mukhlis, Pemerhati Sosial, Politik dan Kebijakan Publik, Alumni Magister Ilmu Politik dengan Minat Studi Analisis Politik di Universitas Airlangga, Surabaya.

Exit mobile version