Jakarta – Penyelesaian eskalasi gangguan keamanan di Papua akhir-akhir ini, menurut Anggota Komisi I DPR-RI Christina Aryani, S.E., S.H., M.H., tak bisa hanya dengan cara-cara biasa, Kamis (20/4/2023).
Christina Aryani, di sisi lain, turut prihatin dengan peristiwa penyerangan terhadap 36 prajurit TNI, yang melakukan operasi penyelamatan pilot Susi Air oleh KKB di Papua. Penyerangan ini menyebabkan satu orang prajurit gugur.
Dia memandang kejadian ini sebagai tanda bahwa Pemerintah harus mengevaluasi keamanan di Papua secara menyeluruh.
“Kesempatan ini sebaiknya menjadi momentum evaluasi secara menyeluruh kebijakan keamanan di Papua.
Perlu ada kebijakan jelas dari Pemerintah Pusat karena faktanya eskalasi gangguan keamanan di Papua tidak bisa lagi diselesaikan dengan cara-cara biasa seperti yang dilakukan selama ini,” kata Christina, Selasa (18/4/2023).
Di sisi lain, dia turut mempertanyakan kebijakan Siaga Tempur yang telah diambil oleh Panglima TNI dalam menghadapi Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB).
Pertanyaannya, “Apakah kebijakan itu sudah dirumuskan pemerintah? Atau mungkin ada tapi bersifat parsial dalam skala kecil untuk merespons kasus demi kasus saja?” imbuh Politisi Partai Golkar itu.
Christina menekankan, peta besar solusi gangguan keamanan di Papua harus segera dirumuskan. Ia menyoroti Presiden Jokowi telah beberapa kali ke Papua dan berfokus pada pendekatan pembangunan serta ekonomi, tapi kurang memberi penekanan pada aspek gangguan keamanan.
“Kita tidak ingin ada prajurit lagi yang gugur dan jangan lagi jatuh lebih banyak korban warga sipil. Kebijakan ini sangat penting dirumuskan karena selama ini TNI digerakkan di Papua untuk mendukung operasi penegakan hukum oleh Polri,” tegasnya.
Dia mengingatkan, Pemerintah melalui Menko Polhukam, Mahfud MD., telah menyebut KKB sebagai kelompok teroris sejak 29 April 2021.
Sehingga, menurut dia, sudah waktunya Perpres Pelibatan TNI dalam mengatasi terorisme diundangkan, dan jelas peran seperti apa yang bisa dilakukan TNI.
“Kami membaca prajurit sering mengalami dilema ketika dikaitkan dengan HAM. Padahal situasi di Papua saat ini bisa disebut dalam kondisi perang. Personel TNI dan Polri menjadi korban, warga sipil menjadi korban. Sampai kapan ini mau dibiarkan? Kami menunggu keseriusan Pemerintah,” ungkap dia.
“Duka cita mendalam pada keluarga besar TNI dan keluarga prajurit TNI Pratu Miftahul Arifin yang gugur. Kami juga berharap prajurit lain yang masih dalam pelarian dapat segera ditemukan dalam kondisi selamat. Informasi yang didapatkan sejauh ini masih simpang siur, tapi kami percaya situasi ini bisa diatasi dengan baik,” tandasnya.