Jakarta – Gerakan Sadar Demokrasi dan Konstitusi (Gradasi) melaporkan tiga hakim Mahkamah Agung (MA) ke Komisi Yudisial (KY) pada Senin (3/6/24). Langkah ini diambil setelah Gradasi menemukan sejumlah kejanggalan dalam putusan MA nomor 23 P/HUM/2024 yang dibacakan pada 29 Mei 2024.
Gradasi merasa ada pelanggaran dalam proses persidangan oleh majelis hakim yang memutuskan kasus ini. Abdul Hakim, S.H., M.H, yang mewakili Gradasi, mengatakan bahwa proses pemeriksaan kasus ini berlangsung sangat cepat, hanya tiga hari, dari tanggal 27 Mei 2024 hingga putusan dibacakan pada 29 Mei 2024. Menurut kajian Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK) Universitas Indonesia, biasanya proses seperti ini memakan waktu sekitar enam bulan hingga lima puluh bulan.
“Proses yang sangat cepat ini tidak biasa dan terkesan terburu-buru,” Akim, panggilan. Selain itu, Gradasi juga menemukan adanya dugaan bahwa kasus ini diprioritaskan dan diistimewakan dibandingkan kasus-kasus lain di MA. Hal ini membuat hakim terlihat tidak independen dan diduga melanggar asas ketidakberpihakan serta integritas.
Gradasi juga mengkritik putusan MA yang dianggap problematik. Putusan tersebut memperluas tafsiran pasal 4 ayat 1 huruf (d) dari “Sejak Ditetapkan Menjadi Calon” menjadi “Sejak Pelantikan”. Menurut Gradasi, perubahan ini menimbulkan ketidakpastian hukum dan merupakan kesalahan besar dalam logika hukum. “Putusan ini melampaui kewenangan MA dan seolah-olah dipaksakan,” tambah Akim.
Selain itu, Gradasi menilai tidak ada relevansi konstitusional materi yang diujikan dalam kasus ini. Putusan MA dianggap tidak valid dan inkonstitusional karena didasarkan pada sesuatu yang tidak pasti.
Oleh karena itu, Gradasi melaporkan tiga hakim yang terlibat dalam kasus ini ke KY. Mereka adalah Prof. Dr. H. Yulius, S.H., M.H sebagai Hakim Ketua, serta Dr. Cerah Bangun, S.H., M.H dan Dr. H. Yudi Martono Wahyudani, S.H., M.H sebagai Hakim Anggota.
Dalam laporannya, Gradasi meminta KY untuk memeriksa para hakim tersebut terkait dugaan pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku hakim. “Kami berharap KY bisa memeriksa dugaan pelanggaran ini demi keadilan masyarakat,” kata Akim.
Langkah Gradasi ini bertujuan untuk menjaga integritas dan kepercayaan publik terhadap sistem peradilan di Indonesia. “Kami ingin memastikan bahwa setiap proses peradilan dilakukan secara adil, transparan, dan sesuai dengan hukum yang berlaku,” ujar Akim.
Kasus ini menarik perhatian publik karena menyangkut putusan yang dianggap kontroversial dan berdampak luas. Banyak pihak yang berharap KY dapat menjalankan tugasnya dengan baik dalam memeriksa dan menilai dugaan pelanggaran ini.
Dengan langkah ini, Gradasi menunjukkan komitmennya dalam mengawal proses demokrasi dan penegakan hukum di Indonesia. Mereka bertekad untuk terus memperjuangkan keadilan dan transparansi dalam setiap proses peradilan.
Kasus ini menjadi pengingat pentingnya integritas dan independensi hakim dalam menjalankan tugasnya. Masyarakat berharap agar semua pihak yang terlibat dalam sistem peradilan dapat bekerja dengan jujur dan adil demi terwujudnya keadilan yang sesungguhnya.
Laporan ini diharapkan dapat menjadi langkah awal untuk memperbaiki sistem peradilan di Indonesia dan meningkatkan kepercayaan publik terhadap lembaga peradilan. Gradasi menegaskan akan terus mengawal kasus ini hingga tuntas dan memastikan bahwa keadilan ditegakkan tanpa pandang bulu.