Dominasi Siswa Perkotaan di PTN Favorit, Ketimpangan Pendidikan Kian Nyata

Wahyudi, dosen linguistik Universitas Bahaudin Mudhary Madura (UNIBA Madura)
Wahyudi, dosen linguistik Universitas Bahaudin Mudhary Madura (UNIBA Madura) (Dok. Madurapers, 2025).

Bangkalan – Dominasi siswa lulusan SMA dan sederajat di perkotaan dalam penerimaan perguruan tinggi negeri (PTN) favorit semakin menguat. Ketimpangan pendidikan antara perkotaan dan pedesaan menjadi faktor utama yang membuat siswa desa kesulitan bersaing.

Dosen Universitas Bahaudin Mudhary Madura (UNIBA), Wahyudi, menilai ketimpangan ini terjadi karena perbedaan fasilitas pendidikan. Sekolah di perkotaan memiliki sarana dan prasarana yang jauh lebih baik dibandingkan dengan sekolah di pedesaan.

“Sekolah di kota memiliki laboratorium lengkap, akses internet cepat, serta buku-buku berkualitas. Sementara, di desa banyak sekolah yang masih kekurangan fasilitas dasar,” ujar Wahyudi, Rabu (18/03/2025).

Selain itu, akses informasi juga menjadi kendala bagi siswa pedesaan. Menurut Wahyudi, siswa di perkotaan bisa dengan mudah mengakses materi pembelajaran tambahan melalui internet, kursus online, atau bimbingan belajar. Sebaliknya, siswa di desa masih kesulitan mendapatkan informasi pendidikan yang berkualitas.

“Akses informasi sangat menentukan kualitas pembelajaran. Siswa di kota bisa mengikuti try out online, bimbingan intensif, dan mendapatkan soal-soal latihan terbaru. Sedangkan siswa di desa hanya mengandalkan materi dari sekolah yang sering kali terbatas,” jelasnya.

Faktor lain yang memperparah ketimpangan adalah kualitas tenaga pendidik. Wahyudi menegaskan bahwa guru di sekolah perkotaan umumnya lebih kompeten karena sering mengikuti pelatihan, seminar, serta memiliki akses ke berbagai sumber belajar yang mutakhir.

“Di kota, guru lebih sering mendapatkan pelatihan dan update kurikulum. Sementara di desa, banyak guru yang mengajar dengan metode lama karena minimnya akses pelatihan,” kata Wahyudi.

Ketimpangan ini berakibat pada rendahnya angka siswa pedesaan yang lolos ke PTN favorit. Padahal, banyak siswa dari pedesaan yang memiliki potensi akademik tinggi, tetapi mereka kalah dalam hal fasilitas dan akses belajar.

“Kita harus bertanya, apakah ini adil? Jelas tidak. Siswa pedesaan memiliki hak yang sama untuk mendapatkan pendidikan tinggi berkualitas,” tegasnya.

Wahyudi menilai pemerintah harus segera mengambil langkah afirmatif untuk mengatasi ketimpangan ini. Salah satu solusi yang diusulkannya adalah pemberian kuota khusus bagi siswa dari pedesaan untuk masuk ke PTN favorit.

“Tanpa kebijakan afirmatif, PTN akan terus didominasi siswa dari kota. Ini merugikan bangsa karena banyak potensi besar dari desa yang tidak bisa berkembang,” ujarnya.

Ketimpangan ini juga berisiko memperparah ketidakseimbangan sumber daya manusia di Indonesia. Jika hanya siswa perkotaan yang mendominasi PTN, maka pemerataan kualitas SDM akan sulit tercapai.

“Oleh karena itu, kebijakan afirmasi bukan sekadar pilihan, tapi keharusan. Jika kita ingin Indonesia maju, pendidikan harus adil bagi semua,” pungkas Wahyudi.