Wahyudin menyarankan agar program ini lebih berakar pada pangan lokal, seperti singkong, jagung, dan sagu. Menurutnya, pemanfaatan bahan lokal tidak hanya menyehatkan, tetapi juga memperkuat ekonomi komunitas desa.
Ia juga mendorong pemerintah untuk memberikan otoritas kepada desa dalam mengelola dana dan menyusun menu. Dengan begitu, kebijakan ini tidak sekadar menjadi intervensi dari atas, tetapi tumbuh bersama realitas sosial yang ada.
Transparansi dalam pelaksanaan MBG menjadi faktor kunci yang harus dijaga. Masyarakat berhak mengetahui bagaimana program ini dijalankan, agar kepercayaan publik tetap terjaga dan manfaatnya dapat dinikmati secara merata.
Evaluasi menyeluruh terhadap Makan Bergizi Gratis atau MBG harus dilakukan agar program ini tidak menjadi sekadar simbol politik. Jika tidak dikelola dengan baik, kehadirannya justru bisa menggeser ekosistem sosial yang selama ini telah terbangun.