Site icon Madurapers

Bawaslu akan Kolaborasi Sejumlah Program dengan Komnas Perempuan untuk Pemilu Ramah Perempuan

Anggota Bawaslu Lolly Suhenty

Anggota Bawaslu Lolly Suhenty saat menerima Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) di Gedung Bawaslu, Jakarta, Senin, 16 Januari 2023 (Sumber: Bawaslu RI, 2023).

Jakarta – Lolly Suhenty, anggota Bawaslu menyambut baik saran dan kolaborasi dengan Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan), Selasa (17/1/2023).

Bawaslu menurutnya, membuka diri terhadap berbagai kolaborasi dalam mewujudkan Pemilu ramah perempuan dan penyandang disabilitas.

Perempuan kelahiran Cianjur, 28 Februari 1978 ini menyatakan, Bawaslu akan bekerjasama dan menindaklanjuti masukan Komnas Perempuan terkait sinergitas peningkatan kepemimpinan perempuan di Bawaslu dan pencegahan serta penghapusan tindak kekerasan terhadap perempuan selama proses Pemilu dan pemilihan berlangsung.

Lebih lanjut, Lolly menyampaikan perlunya menyusun sebuah pedoman kerja tertulis terkait pengembangan kawasan lingkungan kerja yang berperspektif gender dan lebih inklusif, yakni yang ramah perempuan dan ramah disabilitas.

“Yang pertana, kami tidak ingin cara kerja Bawaslu menimbulkan kekerasan kepada kalangan perempuan,” katanya, Senin (16/1/2023).

Lebih lanjut, “Untuk ke depannya, kita akan berdiskusi lebih mendalam bersama para sahabat seperti Komnas Perempuan yang mau berkenan mau membantu kami dalam membahas pedoman kerja yang ramah kepada perempuan dan disabilitas.”

Selain itu, Lolly berharap dapat menjalin kerja sama dengan Komnas HAM dalam proses perekrutan jajara Bawaslu di daerah mulai Bawaslu Provinsi dan Bawaslu Kabupaten/Kota yang akan dilaksanakan tahun ini.

“Hal kedua adalah perlunya tracking calon pimpinan Bawaslu yang ditelusuri dari riwayat kekerasan seksual tehadap perempuan yang pernah dilakukan oleh yang bersangkutan. Tahun ini akan dibuka perekrutan untuk Bawaslu provinsi dan Bawaslu kabupaten/kota yang seluruhnya habis masa jabatan pada bulan Agustus ini,” terang dia.

Selanjutnya, terangnya, “Data-data dari Komnas HAM ini dapat membantu agar penyelenggara yang terpilih adalah individu yang bebas dari riwayat kekerasan.”

Hal ketiga, lanjut Magister Hukum dari Universitas Pakuan Bogor ini, Bawaslu mendukung program kampanye JITU (jeli, inisiatif, toleran, ukur) sebagai kampanye publik yang digagas Komnas Perempuan pada pemilu 2009 untuk menggerakkan kampanye pemilih yang cerdas dan bersih sebagai bentuk yang perlu didukung.

“Apakah memungkinkan nanti dibuat sinergisitas antara pengawasan partisipatif dengan kampanye JITU? Bawaslu sendiri saat ini tengah memperkuat forum-forum warga, harapannya nanti bisa berkolaborasi di ruang-ruang tersebut” jelas dia.

“Hal keempat, sebut Lolly, perlu kerja sama dengan berbagai pihak dalam menangkal kekerasan gender berbasis siber. Bawaslu,” ungkapnya.

Selain sudah membangun komunikasi dengan kementerian dan lembaga terkait juga dengan multi platform media sosial, juga tengah membangun aplikasi Komunitas Digital Pengawasan Partisipatif “Jarimu Awasi Pemilu” sebagai ruang percakapan digital yang sehat mengenai demokrasi yang di dalamnya terdiri dari banyak pihak.

“Penting juga untuk melalukan kolaborasi,” tuturnya.

Perlu diketahui, dalam pertemuan ini, sejumlah pimpinan Komnas Perempuan hadir seperti Wakil Ketua Internal Komnas Perempuan Olivia Chadidjah Salampessy didampingi dua komisioner Komnas Perempuan lainnya, yakni Veryanto Sitohang dan Bahrul Fuad.

“Setiap tahun ada sekitar 4.000 laporan kepada Komnas Perempuan. Komnas Perempuan sejauh ini mempunyai mitra bersama 115 lembaga layanan yang melakukan pendampingan di daerah. Data laporan kekerasan kepada perempuan ini bisa digunakan Bawaslu dalam perekrutan,” jelas Veryanto Sitohang.

Very juga menyampaikan bahwa setiap tahun angka kekerasan kepada perempuan meningkat.

“Misalnya tahun 2021 laporan meningkat 50% dibanding tahun2020, bahkan jumlah lebih tinggi dari sebelum masa pandemi di tahun 2019,” katanya

“Menurut Komnas Perempuan ada tantangan kepemipinan perempuan di tahun tahun politik ini, yakni kekerasan berbasis gender, politik identitas dan kebijakan diskriminatif, serta narasi hoaks dan ujaran kebencian,” sebutnya.

Exit mobile version