Mitra Bank BTN Merugi, Kesalahan Administrasi Bukti Bank BUMN Amatiran 

Avatar
Kantor Pusat Menara Bank BTN beralamat di Jl. Gajah Mada No.1 Jakarta. (Sumber Foto: Website BTN). 

Sumenep – Buntut kasus skandal perkreditan hingga buruknya pelayanan yang dialami Nanda Wirya Laksana, pemilik Perumahan Bukit Damai mitra pengembang di PT Bank Tabungan Negara (BTN) Persero Tbk kembali terungkap soal kelalaian administrasi.

Kepada media ini, pria yang akrab disapa Wirya mengeluhkan penolakan pengajuan kredit atas nama Dewi Yuni Fajariah yang disebabkan oleh kesalahan internal BTN, di mana data wawancara calon debitur tidak dimasukkan ke dalam sistem.

Wirya menjelaskan bahwa semua persyaratan kredit telah dipenuhi oleh Dewi Yuni Fajariah, termasuk wawancara yang dilakukan sebagai bagian dari prosedur. Namun, proses pengajuan kreditnya terhenti karena kesalahan BTN yang lupa menginput data wawancara.

“Pengajuan kredit Dewi seharusnya lancar. Tapi BTN lupa memasukkan data wawancara. Ini benar-benar kelalaian yang tidak bisa diterima,” ujar Wirya, Jumat (30/8/2024) kemaren.

Menanggapi kasus tersebut, Pakar Keuangan Lokal, Khairul Kalam menilai, kelalaian seperti ini tentunya tidak dapat dianggap enteng. Dalam industri perbankan, setiap detail administrasi memiliki peran penting dalam mempengaruhi keputusan kredit.

Lupa memasukkan data wawancara bukan hanya kelalaian yang sepele, tetapi juga menunjukkan kurangnya standar profesionalisme dan kualitas pelayanan.

Seorang debitur yang sudah menjalani proses panjang, mulai dari pengumpulan dokumen hingga wawancara, tentu merasa dirugikan jika pengajuan kreditnya ditolak hanya karena kesalahan teknis di pihak bank.

Hal ini semakin mempertegas ketidakprofesionalan BTN dalam menangani pengajuan kredit, yang seharusnya bisa dihindari dengan sistem pengawasan dan kontrol kualitas yang lebih ketat.

Menanggapi hal ini, Kepala KCP BTN Sumenep, Ali, mengakui bahwa kelalaian tersebut memang terjadi di tingkat administrasi.

Namun, ia kembali menekankan bahwa kesalahan tersebut bukanlah sesuatu yang disengaja, melainkan murni kesalahan teknis yang terjadi di cabang.

“Kami menyadari ada kelalaian dalam proses pengajuan ini, dan itu murni kesalahan dari pihak kami yang lupa menginput data wawancara. Kami mohon maaf atas hal ini, dan akan berusaha memperbaiki pelayanan ke depannya,” kata Ali saat menemui Wirya beberapa waktu lalu di kantornya.

Meskipun permintaan maaf sudah disampaikan, kasus ini tetap menimbulkan pertanyaan serius tentang kualitas sistem internal BTN.

Bagaimana mungkin sebuah lembaga perbankan sebesar BTN bisa melakukan kesalahan mendasar seperti lupa menginput data wawancara?

Apakah tidak ada mekanisme verifikasi berlapis yang bisa mencegah kesalahan ini?

Kesalahan seperti ini tidak hanya merugikan mitra pengembang seperti Wirya, tetapi juga mengganggu kepercayaan konsumen terhadap bank.

Dalam kasus Dewi Yuni Fajariah, calon debitur harus menanggung beban psikologis dan finansial akibat penolakan kredit yang sebenarnya tidak perlu terjadi.

Menurut Khairul Kalam, BTN seharusnya memiliki sistem yang lebih canggih dan tim yang lebih profesional untuk memastikan bahwa setiap proses pengajuan kredit berjalan lancar tanpa kesalahan administratif.

Kepala Kantor Cabang (KC) BTN Bangkalan, Asep Hendrisman, juga menyampaikan permohonan maaf terkait kelalaian yang terjadi.

Ia menegaskan, bahwa kesalahan ini murni kesalahan teknis, dan pihaknya akan melakukan evaluasi agar kejadian serupa tidak terulang di masa mendatang.