Sumenep — Peringatan Hari Krida Pertanian (HKP) ke-53 di Kabupaten Sumenep tahun ini menjadi lebih dari sekadar perayaan tahunan. Di balik semarak kegiatan yang digelar di berbagai Balai Penyuluh Pertanian (BPP), tersembunyi semangat kolaboratif dan kreativitas petani desa yang menyulap hasil bumi menjadi produk bernilai tinggi.
Kepala Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian (DKPP) Sumenep, Chainur Rasyid terjun langsung ke lapangan. Ia mengunjungi BPP di berbagai kecamatan seperti Pasongsongan, Guluk-Guluk, Rubaru, hingga Ambunten untuk menyemarakkan HKP sekaligus menyerap semangat para petani binaan.
“Pekan Krida ini bukan hanya seremoni tahunan. Ini momentum untuk menegaskan pentingnya sinergi antara pemerintah dan petani dalam mendorong swasembada pangan,” ujar Inong kepada media, Kamis (26/06/2025).
Rangkaian kegiatan HKP berlangsung meriah. Mulai dari pameran hasil pertanian, lomba inovasi teknologi, aksi sosial, hingga bazar pangan lokal yang digagas masing-masing BPP.
Namun, satu hal yang menyita perhatian publik adalah pameran produk pangan olahan dari tangan-tangan kreatif Kelompok Wanita Tani (KWT).
Mereka menyuguhkan berbagai olahan dari singkong dan kacang hijau: mulai dari camilan kering, kue basah, hingga kreasi unik berbentuk bunga mawar dari adonan singkong.
Menurut Inong, ini menjadi bukti nyata bahwa para ibu-ibu desa memiliki kontribusi besar dalam menghidupkan ketahanan pangan dari level akar rumput.
“Luar biasa. Produk-produk ini punya cita rasa dan estetika. Kreativitas mereka adalah kekuatan tersembunyi yang sangat berharga,” tuturnya kagum.
Tak berhenti di pangan olahan, HKP kali ini juga menampilkan inovasi budidaya pertanian. Salah satu yang paling menarik perhatian adalah teknik menanam padi dalam galon air mineral—solusi cerdas bagi masyarakat di lahan sempit.
“Inovasi sederhana ini menunjukkan bahwa keterbatasan bukan halangan. Justru di sinilah peran kreativitas muncul untuk menjawab tantangan,” ujar pria yang akrab disapa Inong.
Lebih dari sekadar festival pertanian, kegiatan ini menjadi ajang memperkuat hubungan emosional antara pemerintah daerah dan para pelaku pertanian.
Inong menegaskan bahwa pemerintah harus hadir bersama petani, bukan sekadar sebagai regulator, tapi juga sebagai mitra.
“Petani tidak boleh berjalan sendiri. Pemerintah harus menjadi bagian dari proses mereka. Semangat gotong royong inilah pondasi kedaulatan pangan,” tegasnya.
Ia juga mendorong dukungan penuh kepada KWT dan Kelompok Tani (KT) dalam bentuk pelatihan inovasi, akses pasar, dan modal usaha. Kehadiran bazar pangan lokal pun menjadi sarana promosi yang efektif bagi produk desa untuk menembus pasar lebih luas.
“Dari kegiatan ini kita belajar bahwa singkong dan hasil kebun lainnya bisa diolah menjadi produk ekonomi yang menjanjikan. Ini bukan hanya soal budaya, tapi juga arah masa depan pertanian kita,” pungkas Inong.