Sampang – Program smart village atau desa cerdas yang diluncurkan Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD) Kabupaten Sampang tahun ini menuai sorotan tajam.
Program yang disebut bertujuan mendorong kemandirian desa itu justru membuka dugaan praktik monopoli dalam pengadaan barang dan jasa.
Setiap desa diwajibkan mengalokasikan Rp20 juta dari Dana Desa (DD) untuk pengadaan komputer dan aplikasi smart village.
Dari jumlah itu, Rp15 juta digunakan untuk pembelian perangkat komputer, dan Rp5 juta untuk aplikasi smart village. Total anggaran yang terkumpul dari 180 desa mencapai Rp5,4 miliar.
Namun yang mengundang tanda tanya, DPMD Sampang diduga mengarahkan seluruh desa untuk bertransaksi dengan dua perusahaan tertentu, yakni PT Sahabat Digital Kreatif dan Digital Universal, sebagai penyedia tunggal aplikasi dan perangkat.
“Dinas menyodorkan dua nama perusahaan itu dan meminta desa membeli ke sana. Kami tidak diberi pilihan lain,” ungkap seorang narasumber dari desa, Selasa (01/07/2025). Ia meminta identitasnya disamarkan karena alasan keamanan.
Narasumber itu juga menyebut banyak desa merasa keberatan, terutama terhadap harga komputer yang dinilai terlalu tinggi. Meski demikian, sebagian desa telah mentransfer dana ke rekening perusahaan tersebut karena merasa terpaksa.
“Desa takut program ini nanti jadi temuan. Jadi, mereka patuh saja meskipun anggarannya memberatkan,” ujarnya.
Ironisnya, meski terkesan memaksa desa untuk membeli ke penyedia tertentu, Plt Kepala DPMD Sampang, Sudarmanta, justru berdalih bahwa pihaknya hanya memfasilitasi.
“Kalau desa mau beli ke tempat lain juga tidak apa-apa,” kilah Sudarmanta saat dikonfirmasi wartawan.
Namun, ia enggan (tidak mau, red.) menjelaskan detail alasan penunjukan PT Sahabat Digital Kreatif dan Digital Universal sebagai mitra penyedia.