Kepala Ekonom Bank Syariah Indonesia (BSI), Banjaran Surya Indrastomo, menyebut langkah BI ini cukup mengejutkan karena bertepatan dengan tekanan pada surat berharga dalam negeri. Namun, ia menilai adanya selisih suku bunga antara BI dan The Fed dapat membantu mengurangi beban utang pemerintah.
Sementara itu, Chief Economist PermataBank Josua Pardede berpendapat bahwa penurunan BI-Rate ini sudah diperkirakan sebelumnya. Ia mencatat bahwa ruang untuk pemangkasan telah terbuka sejak Desember 2024 meskipun nilai tukar rupiah melemah -ada awal tahun ini.
Josua juga mengingatkan bahwa keputusan ini dapat memengaruhi pertumbuhan ekonomi. Dari sisi eksternal, risiko konflik perdagangan global berpotensi menekan ekspor Indonesia. Sedangkan dari sisi domestik, lemahnya permintaan tercermin dari inflasi yang mendekati batas bawah sasaran.
Dengan berbagai pandangan ini, keputusan BI untuk menurunkan BI Rate menjadi 5,75 persen diharapkan dapat menjaga keseimbangan antara pertumbuhan ekonomi dan stabilitas makroekonomi. Langkah ini juga diharapkan mampu memberikan sinyal positif bagi pasar dan pelaku usaha di tengah tantangan global yang ada.