Terlepas dari kepentingan politik dan subjektivitas, penilaian “benar tidaknya” pernyataan Anies adalah logis dan rasional (sesuai dengan data empirik) apabila dianalisis dengan menggunakan “metode perbandingan” terhadap unit pengamatan “status rezim politik/pemerintahan antarperiode pemerintahan”. Perbandingannya, paling tidak atau setidaknya, antara periode Pemerintahan Jokowi (tahun 2014-2023) dan Pemerintahan SBY (tahun 2004-2014).
Freedom House, organisasi nirlaba yang berpusat di Washington D.C., Amerika Serikat, menyajikan data status rezim tersebut. Berdasarkan data Freedom in the World (FIW) Freedom House, status rezim politik era Pemerintahan Jokowi (tahun 2014-2023) adalah setengah demokrasi (partly free) dengan skor demokrasinya (kebebasan) sebesar 3 poin. Berbeda dengan Pemerintahan Jokowi, era SBY status rezim politiknya adalah demokrasi (free) dan setengah demokrasi.
Di awal memerintah tahun 2004, status rezim politik era Pemerintahan SBY adalah setengah demokrasi dengan skor 3 poin. Status rezim ini kemudian berubah menjadi demokrasi (democracy) dengan skor 2,5 poin di tahun 2005-2013. Sayang, pada akhir masa jabatannya, yakni tahun 2014, statusnya kembali menjadi setengah demokrasi (pseudo-democracy or partly free) dengan skor 3 poin.
Apabila dibandingkan dengan era Pemerintahan SBY, menggunakan data Freedom House ini adalah sangat jelas, dimana secara empirik bahwa era Pemerintahan Jokowi status rezim politik/pemerintahannya merosot atau menurun menjadi setengah demokrasi.