DPR Desak Pemerintah Evaluasi IUP: Raja Ampat bukan untuk Tambang

Madurapers
Mufti Anam, Anggota Komisi VI DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan
Mufti Anam, Anggota Komisi VI DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan (Sumber Foto: Dok/Andri, via Parlementaria, 2025).

Sebagian tambang bahkan berdekatan dengan Pulau Piaynemo, destinasi wisata utama di Raja Ampat. Kondisi ini sangat ironis.

“Bahkan bisa-bisanya Peraturan Daerah Kabupaten Raja Ampat Nomor 3 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) justru menetapkan beberapa pulau kecil sebagai kawasan pertambangan, di mana ini sangat bertentangan dengan UU,” jelas dia. Ia menyoroti inkonsistensi peraturan.

“Belum lagi adanya respons sejumlah pejabat yang terkesan membela aktivitas tambang lalu muncul narasi-narasi yang bertentangan dengan suara masyarakat asli Papua,” sambungnya. Ia menunjukkan adanya ketidakselarasan.

Raja Ampat merupakan kawasan konservasi dan pariwisata kelas dunia. Kawasan ini bukanlah zona industri ekstraktif.

Dengan demikian, tidak masuk akal jika muncul izin-izin pertambangan di kawasan Raja Ampat. Ini adalah ancaman serius bagi kelestarian alam.

“Sudah cukup hutan habis, laut rusak, masyarakat adat digusur. Kita tidak boleh menggadaikan alam yang akan menjadi modal kehidupan masa depan,” sebut Mufti. Ia menyerukan perlindungan alam.

Mufti berharap pemerintah tegas menutup izin tambang bermasalah. Hal ini terkait dengan komitmen perlindungan lingkungan dan integritas dalam menjalankan hukum.

“Kalau negara ini masih waras, memang sudah seharusnya aktivitas tambang bermasalah di Raja Ampat dihentikan. Raja Ampat harus dilindungi, bukan dirusak. Dengarkan suara rakyat, bukan hanya suara pemilik modal. Jangan jual surga dunia yang ada di Indonesia ke mengeruk keuntungan yang menyebabkan lingkungan rusak dan rakyat menderita,” pungkas Politisi Fraksi PDI-Perjuangan itu.