Tjokroaminoto dianggap sebagai “Raja Jawa tanpa Mahkota” oleh Pemerintah Kolonial Belanda. Julukan itu karena kharisma dan pengaruhnya luas.
Ia dikenal sebagai guru bagi para pemimpin besar. Muridnya termasuk Soekarno, Semaoen, Kartosoewiryo, Alimin, dan Musso.
Soekarno bahkan sempat menikahi putrinya, Siti Oetari. Namun sayang, pasangan ini akhirnya bercerai.
Ia menulis jurnal “Islam dan Sosialisme” pada 1924. Tulisan ini mengkritik sosialisme religius dan menawarkan visi demokratis Islam.
Tjokroaminoto menjadi anggota Volksraad sejak 1918. Ia menggunakan posisi ini untuk advokasi politik umat Islam.
Pada 1921 ia sempat ditahan atas tuduhan pembunuhan. Ia dibebaskan sekitar Agustus 1922 tanpa diadili.
H.O.S. Tjokroaminoto wafat setelah sakit usai Kongres SI di Banjarmasin. Jenazahnya dimakamkan di TMP Pekuncen, D.I. Yogyakarta.
Warisannya tetap hidup lewat penerus seperti PSII dan karya film “Guru Bangsa: Tjokroaminoto”. Ia dikenang sebagai penyemai awal semangat kemerdekaan Indonesia.