Budaya  

Hegemoni Jawa: Kolonialisme dan Rasialisme terhadap Etnis Madura

Moh. Ridlwan, Peneliti LsPD.

Ketika ada oknum etnis Madura melakukan kriminal, maka semua orang beretnis Madura dihujat dan dianggap sebagai suku terbelakang. Hujatan ini bersifat rasial dengan judul “orang Madura” di pemberitaan media massa dan platform media sosial. Namun, ketika etnis Jawa melakukan kriminal, maka tidak ada yang menyebutnya “orang Jawa” di pemberitaan media massa maupun di berbagai platform media sosial. Mungkin karena pelakunya bukan orang Madura.

Rasial ini tidak hanya melekat secara sosial, tetapi juga digunakan untuk membenarkan ketimpangan struktural yang ada. Ketika orang Madura merantau ke Jawa atau wilayah lain, mereka kerap menghadapi berbagai perlakuan diskriminatif.

Misalnya, dalam berbagai konflik horizontal seperti yang terjadi di Kalimantan dan beberapa daerah, narasi publik sering kali menyalahkan orang Madura tanpa mempertimbangkan latar belakang ketimpangan yang memicu konflik tersebut.

Ketimpangan ini juga terlihat jelas dalam distribusi sumber daya ekonomi. Madura adalah salah satu wilayah penghasil garam terbesar di Indonesia, juga terkenal dengan produk unggulan seperti tembakau dan sapi potong. Namun, nilai ekonomi dari komoditas-komoditas ini jarang dinikmati oleh masyarakat Madura sendiri. Sebagian besar hasil produksi mereka dikirim ke Jawa, di mana nilai tambahnya diolah dan dinikmati oleh para pelaku ekonomi di pusat.

Pola ini mencerminkan hubungan kolonial klasik, di mana wilayah pinggiran berfungsi sebagai pemasok bahan mentah sementara pusat menikmati hasil akhirnya. Kondisi ini diperparah oleh minimnya pembangunan infrastruktur dan akses pendidikan di Madura, yang semakin mengokohkan ketergantungan mereka pada Jawa.

Eksplorasi konten lain dari Madurapers

Langganan sekarang agar bisa terus membaca dan mendapatkan akses ke semua arsip.

Lanjutkan membaca