Pungkas sudah bulan Ramadhan ditahun ini. Bulan yang menjadi titik tambal sulam kesalahan selama sebelas bulan yang saya jalani. Seperti ramadhan-ramadhan sebelumnya, tahun inipun saya menjalani rutinitas itu hampir sama dengan tahun lalu. Berupaya untuk sesering mungkin bersama anak-anak, berkumpul bersama keluarga dan cukup membatasi diri untuk keluar rumah.
Demikian pula dalam hal memenuhi kewajiban saya untuk menemani anak-anak. Anak-anak yang jauh dari rumah dan dititipkan oleh orang tua mereka untuk mengaji. Memang tidak banyak, dan semoga tidak banyak, hanya hitungan jari. Mereka yang tinggal dirumah, sudah pulang dan berkumpul bersama-sama bapak-ibunya. Setelah ditempa dalam kurun waktu 11 bulan dan sering saya abaikan. Sedangkan anak-anak yang lain, tempat tinggalnya tidak jauh dari rumah saya.
Menjadi tekad saya dalam setiap Ramadhan untuk sesering mungkin mengaji bersama mereka. Bukan kajian yang berat dan membutuhkan olah pemikiran hebat. Karena itu jauh dari kemampuan yang saya miliki. Sekedar membaca ulang buku-buku atau kitab yang sudah saya maknai dari almarhum bapak, guru-guru dan kiai saya. Harapan saya cuma satu, setidaknya saya tidak melupakan apa yang pernah saya pelajari.
Diantara anak-anak yang tinggal disekitar rumah, terdapat tiga bersaudara yang mengaji bersama saya, keluarga Ibu Tuti. Yusuf yang paling tua, Tuti yang nomor dua dan Yunus yang tahun ini usianya ditahun kelima. Si Yusuf berperan laiknya pengawal bagi kedua adiknya. Dia akan terlihat berjalan dibelakang keduanya saat mereka berjalan bersama menuju musholla. Tuti pun berlaku sama, tak segan memegang tangan Yunus dengan tubuh keringnya.
Betapa indahnya, jika di suatu daerah banyak di huni para ibu” tuti… !