3. Pelanggaran Hak Pemilih: Setiap warga negara memiliki hak untuk memilih tanpa tekanan atau intimidasi. Pelanggaran terhadap hak-hak pemilih, seperti pemaksaan untuk memilih tertentu, ancaman fisik atau psikologis, atau diskriminasi terhadap kelompok-kelompok tertentu, merupakan indikator serius dari kegagalan Pemilu. Hak-hak pemilih yang dilanggar mengakibatkan proses Pemilu menjadi tidak adil dan tidak representatif.
4. Ketidaktransparanan: Transparansi adalah kunci untuk memastikan bahwa proses Pemilu berjalan dengan baik. Kurangnya transparansi dalam proses Pemilu, seperti pembatasan akses media, pengawasan yang lemah terhadap proses penghitungan suara, atau kekurangan informasi tentang calon dan platform politik mereka, dapat menyebabkan kecurigaan dan ketidakpercayaan terhadap hasil Pemilu.
5. Kekerasan Politik: Kekerasan politik yang terjadi selama periode kampanye atau pada hari pemungutan suara merupakan indikator serius dari kegagalan Pemilu. Kekerasan politik dapat mencakup segala bentuk intimidasi fisik atau ancaman terhadap kandidat, pemilih, atau pengamat Pemilu. Kekerasan semacam itu tidak hanya merusak integritas proses demokratis, tetapi juga membahayakan keselamatan dan keamanan masyarakat secara keseluruhan.
6. Ketidaknetralan Penyelenggara Pemilu: Penyelenggara Pemilu yang tidak netral atau terlibat dalam praktik korupsi merupakan indikator lain dari kegagalan Pemilu. Netralitas dan integritas penyelenggara Pemilu sangat penting untuk memastikan bahwa proses Pemilu berjalan dengan adil dan jujur. Ketidaknetralan atau korupsi di kalangan penyelenggara Pemilu dapat mengarah pada ketidakpercayaan terhadap hasil Pemilu dan melemahkan legitimasi pemerintahan yang terpilih.