Jakarta – Menteri Keuangan (Menkeu), Sri Mulyani Indrawati, dalam sumber resmi Kemenkeu, menekankan urgensi pembangunan infrastruktur. Pembangunan ini harus berkelanjutan, inklusif, dan tangguh terhadap risiko iklim.
Sementara itu, kebutuhan investasi infrastruktur Indonesia mencapai USD625 miliar untuk periode 2025-2029. Pemerintah hanya sanggup menutupi sekitar 40 persen dari kebutuhan pendanaan tersebut.
Untuk itu, keterlibatan sektor swasta sangat krusial untuk menutup kekurangan ini. Menkeu Sri Mulyani menegaskan, “Kita menghadapi gap pendanaan yang besar. Ini akan membutuhkan partisipasi sektor swasta dan dukungan dari banyak mitra, juga menuntut terciptanya mekanisme pendanaan yang inovatif.”
Tekanan global juga meningkat, termasuk ketegangan geopolitik dan perlambatan ekonomi. Risiko perubahan iklim memperumit perencanaan infrastruktur. Perubahan iklim diperkirakan dapat menyebabkan 260 juta orang mengalami perpindahan tempat tinggal di dalam negerinya masing-masing pada tahun 2050.
Menkeu Sri Mulyani menjelaskan, “Saat ini, infrastruktur bukan lagi sekadar menghubungkan jalan, pelabuhan, dan kota, melainkan juga tentang menghubungkan pembangunan dengan dampaknya. Infrastruktur harus dirancang dengan ketahanan iklim, tanggung jawab lingkungan, sekaligus memberikan hasil yang inklusif, sejalan dengan tujuan pembangunan berkelanjutan.”
Pemerintah Indonesia menempatkan keberlanjutan sebagai inti strategi pembiayaan infrastruktur. Pemerintah mengembangkan kerangka kerja ESG (Environmental, Social, and Governance) untuk pembiayaan infrastruktur. Instrumen lain meliputi Project Development Facility (PDF) dan Viability Gap Fund (VGF).
Skema Availability Payment juga ada. Pemerintah memberikan jaminan melalui Indonesia Infrastructure Guarantee Fund (IIGF). Platform SDG Indonesia One dikelola oleh PT Sarana Multi Infrastruktur (PT SMI).
SDG Indonesia One telah mengumpulkan komitmen USD3,29 miliar dari 38 mitra. Platform ini menyalurkan USD399 juta untuk 111 proyek pengembangan dan 7 proyek pembiayaan.
Indonesia juga menjadi salah satu negara berkembang pertama yang menerbitkan Green Sukuk, baik secara domestik maupun global. Penerbitan Green Sukuk global mencapai USD6,6 miliar. Penerbitan domestik mencapai Rp78,7 triliun.
Menkeu berharap seluruh kerangka dan instrumen yang telah dibangun dapat memperkuat agenda pembangunan infrastruktur di bawah pemerintahan Presiden Prabowo Subianto. “Ini akan menjadi perjalanan panjang. A long and winding road, seperti lirik lagu. Tapi kita yakin akan mencapai tujuan Indonesia untuk menjadi negara yang makmur, berkeadilan,” pungkasnya.