Islam dan Demokrasi

Foto: Arief Tito
Sumber foto: Arief Tito

Pertanyaan yang muncul adalah mengapa perubahan ini terjadi? Mengapa populisme Islam absen dalam pemilu ini, dan apa implikasinya bagi masa depan? Beberapa pihak menyebut ini sebagai akibat dari represi negara, dengan contoh seorang ulama yang dilarang pada tahun 2017. Ada juga pandangan bahwa ini adalah hasil dari kampanye anti-radikalisasi yang berhasil.

Pada pemilu 2024, transaksi di tingkat elit meningkat, dengan perbedaan ideologis yang dikesampingkan demi aliansi baru antara elit nasionalis dan religius. Negara tidak memiliki kekuatan pemersatu Islam, sehingga kelompok Islam lebih fokus pada membangun akar rumput daripada keterlibatan politik langsung. “Selain itu, tidak ada isu yang memecah belah terkait Islam dalam pemilu ini, meskipun ada protes terkait Palestina. Faktor-faktor ini menjelaskan mengapa populisme Islam absen dalam pemilu kali ini” papar Jung.

Banyak yang berpendapat bahwa kandidat bergerak ke tengah untuk menarik pemilih yang lebih luas. Namun, masih menjadi pertanyaan apakah mereka akan tetap di tengah, mengingat sejarah dan pragmatisme politik mereka. “Meskipun ada kemunduran demokrasi, Indonesia masih dianggap sebagai demokrasi terbaik di Asia Tenggara. Dengan masyarakat sipil yang kuat dan lembaga pendidikan yang penting, demokrasi Indonesia masih memiliki potensi untuk tetap kokoh” tegasnya.

Dr. Sunaryo (Dosen Universitas Paramadina) melihat politik yang lebih terbuka pasca orde baru, penguatan civil society dan menciptakan good governance merupakan tiga cita-cita dalam demokrasi.

Eksplorasi konten lain dari Madurapers

Langganan sekarang agar bisa terus membaca dan mendapatkan akses ke semua arsip.

Lanjutkan membaca