Semarang – Penduduk Provinsi Jawa Tengah (Jateng) tahun 2025, menurut proyeksi BPS Jateng, mencapai 38,23 juta jiwa. Populasi laki-laki diperkirakan 19,20 juta jiwa, sedikit lebih tinggi dari perempuan yang berjumlah 19,03 juta jiwa, Senin (16/06/2025).
Selisih antara laki-laki dan perempuan mencapai 190 ribu jiwa atau sekitar 0,50 persen dari total penduduk. Ketimpangan kecil ini menunjukkan rasio yang relatif seimbang dan tidak mengganggu keseimbangan demografis.
Dengan laju pertumbuhan 0,97 persen per tahun, Jateng tumbuh stabil di tengah tekanan demografis nasional. Angka ini mencerminkan pertumbuhan yang moderat, namun tetap memberi tekanan pada infrastruktur dan layanan publik.
Rasio jenis kelamin Jateng sebesar 100,90 menegaskan dominasi tipis penduduk laki-laki. Rasio ini masih dalam batas normal menurut standar demografi nasional.
Kepadatan penduduk di provinsi ini tergolong tinggi, mencapai 1.113 jiwa per kilometer persegi. Ini menjadikan Jateng sebagai salah satu wilayah terpadat di Indonesia.
Distribusi penduduk yang tidak merata antar kabupaten/kota membuat beban pembangunan terasa berat di wilayah-wilayah tertentu. Kota-kota besar seperti Semarang dan Solo mengalami tekanan penduduk yang lebih besar dibanding wilayah pegunungan atau pesisir selatan.
Pertumbuhan moderat ini memberi ruang bagi pemerintah provinsi untuk fokus pada pemerataan pembangunan. Dengan angka pertumbuhan yang tidak terlalu agresif, program infrastruktur dan pengendalian urbanisasi bisa lebih terukur.
Namun, kepadatan tinggi tetap menjadi tantangan utama dalam penyediaan layanan dasar seperti pendidikan, kesehatan, dan transportasi. Pemerintah perlu mengantisipasi tekanan sosial dan lingkungan di kawasan yang sudah padat.
Stabilitas demografi ini membuka peluang perencanaan jangka panjang yang lebih presisi. Jawa Tengah bisa menjadi model pengelolaan kependudukan yang seimbang antara pertumbuhan dan daya dukung wilayah.
Tantangan berikutnya adalah mengarahkan pertumbuhan penduduk ke arah yang produktif secara ekonomi. Pemerintah harus memastikan bonus demografi tidak berubah menjadi beban jika tidak dikelola dengan bijak.