Ketika Kebijaksanaan Diuji di Panggung Kekuasaan

Madurapers
Seorang pemimpin bijaksana di kota kuno berbicara kepada kerumunan atau publik, mencerminkan ada hubungan antara kebijaksanaan dan politik
Seorang pemimpin bijaksana di kota kuno berbicara kepada kerumunan atau publik, yang mencerminkan ada hubungan antara kebijaksanaan dan politik (Dok. Madurapers, 2025).

Pemikiran Plutarkhos juga menjadi refleksi bagi kondisi demokrasi modern. Banyak pemikir hebat memilih menjauh dari politik karena dianggap terlalu pragmatis dan kotor. Namun, justru sikap ini yang memperburuk keadaan, karena kebijakan akhirnya dibuat tanpa landasan kebijaksanaan.

Seorang pemimpin yang baik, menurut Plutarkhos, harus memandang kekuasaan sebagai sarana untuk mendidik masyarakat. Ia bukan hanya administrator, tetapi juga seorang pengajar yang menginspirasi. Politik adalah arena di mana nilai-nilai luhur harus diperjuangkan, bukan sekadar panggung ambisi pribadi.

Pemikiran ini sejalan dengan pandangan bahwa kepemimpinan sejati lahir dari kombinasi antara kebijaksanaan dan keberanian. Tidak cukup memiliki visi yang baik jika tidak ada keberanian untuk memperjuangkannya dalam realitas politik.

Plutarkhos mengajarkan bahwa kebijaksanaan tidak boleh tinggal dalam ruang teori yang abstrak. Ia harus diwujudkan dalam tindakan nyata yang berdampak bagi masyarakat luas. Dengan kata lain, kebijaksanaan tanpa aksi hanyalah konsep yang kehilangan makna.

Dalam konteks zaman modern, pemikirannya dapat menjadi kritik terhadap sikap skeptis terhadap politik. Jika orang-orang bijak memilih untuk tidak terlibat, maka arena politik akan menjadi lahan subur bagi mereka yang hanya mengejar kepentingan pribadi.

Plutarkhos menegaskan bahwa politik adalah pengabdian, bukan sekadar permainan kekuasaan. Setiap individu yang memiliki kebijaksanaan harus menyadari bahwa mereka memegang tanggung jawab moral terhadap negara dan masyarakat.

Jadi, kesimpulannya, pemikiran Plutarkhos menantang kita untuk melihat politik sebagai bagian dari kewajiban moral. Menghindarinya bukanlah tanda kebijaksanaan, tetapi bentuk dari keengganan untuk menghadapi realitas. Dalam dunia yang terus berubah, keberanian untuk bertindak tetap menjadi ukuran utama kebajikan seorang pemimpin.