Bekasi – Komisi VIII DPR RI menyoroti ketidakjelasan status tenaga pendidik dan kependidikan dalam program Sekolah Rakyat yang digagas Kementerian Sosial (Kemensos). Mengutip Parlementaria, Anggota Komisi VIII DPR RI, Haeny Relawati Rini Widyastuti, meminta kejelasan tertulis terkait penempatan dan status tenaga pendidik dari daerah maupun pusat.
Ia menyampaikan bahwa calon kepala sekolah berasal dari ASN pemerintah daerah, namun belum ada kepastian tertulis tentang penugasannya. “Meski disebut akan dipindah ke pusat, hingga saat ini mereka belum menerima SK tertulis,” ujarnya saat kunjungan ke Bekasi, Jawa Barat, Jumat (11/07/2025).
Ia mengungkapkan bahwa proses pemindahan ke pusat belum dilakukan secara formal, padahal seharusnya sudah ada kejelasan administratif. “Ini melibatkan instansi negara seperti BKN dan KemenPAN-RB, dan saya sudah ingatkan kepada Kemensos sejak awal,” tambahnya.
Selain itu, tenaga pendidik dan kependidikan di luar kepala sekolah berasal dari tenaga P3K yang direkrut langsung oleh Kemensos. Mereka dihadapkan pada ketidakpastian keberlanjutan status kontrak mereka.
Haeny mempertanyakan, “Jika kontrak P3K dengan Kementerian Sosial hanya untuk satu tahun, bagaimana keberlanjutannya? Apakah akan diperpanjang atau dialihkan?” Ia menegaskan hal ini penting demi keberlangsungan Sekolah Rakyat.
Legislator dari Dapil Jawa Timur IX ini juga mengusulkan penerapan sistem “pamong” dalam pengelolaan sekolah berasrama. Ia mencontohkan keberhasilan sistem tersebut di sekolah seperti Taruna Nusantara.
Menurutnya, Kementerian Sosial memiliki keunggulan dalam pengelolaan pamong karena pengalaman panjang dalam rehabilitasi sosial. “Mereka punya SDM dan pengalaman yang cukup, bahkan bisa manfaatkan tenaga dari 27 UPT Sentra di seluruh Indonesia,” katanya.