Opini  

Literasi sebagai Alutsista Generasi Muda Milenial

Abdul Gofar
Abdul Gofar, Mahasiswa Universitas Respati Indonesia Yogyakarta (UNRIYO) (Dok. Madura Pers)

Syaikh Syarafuddin Al-Imrithi memberi wejangan dalam kumpulan puisi, “wan nahwu awla awwalan anyu’lama # idzil kalamu dunahu lanyufhama” (Tata bahasa lebih utama untuk dipelajari, karena teks tidak akan dipahami tanpa itu.) bahwa agama adalah kalam (literatur), masyarakat adalah literatur, Negara adalah literatur, pendidikan adalah literatur, genarasi milenial adalah literatur dst.

Manusia, siapapun itu dan khususnya para generasi muda milenial harus memahami dan memiliki skill dan kreatifitas  “baik dari produktivitas berliterasi atau keterampilan tata bahasa dan berbudaya” dalam setiap lini kehidupan, denyut masyarakat,  getar perjuangan, gelombang ujian dan pola-pola serta rumus-rumus dalam bernegara dan bermasyarakat. Dengan memiliki skill dan kreatifitas tersebut, tentu saja siapapun  akan mudah diterima di segala level kehidupan.

Meskipun pada abad ke-20 ada gempuran dari post strukturalisme. Bagi pegiat kajian linguistik mungkin sudah tahu paradigma struktural bahasa  pasca de Saussure, Roman Jacobson, dan terakhir Noam Chomsky. Bahwa bahasa tidak independen dari fakta sosialnya.  Tapi, setidaknya ada beberapa opsi yang cukup rasional untuk menolak pernyataan tersebut, misalnya pendapat dari  Wardhaugh tokoh kenamaan sosiolinguistik  yang berhasil menyusun empat proposisi linguistik sosial, dimana tiga di antaranya diterima dan satu lainnya ditolak.

Empat proposisi itu berbunyi: (1) bahasa mempengaruhi budaya, (2) budaya mempengaruhi bahasa, (3) bahasa dan budaya saling mempengaruhi, dan (4) bahasa dan budaya tidak saling mempengaruhi. Para dedengkot linguistik sosial macam Holmes, Meyerhoff, Mesthrie dst. menolak proposisi ke empat yang sebelumnya dibangun secara mengangumkan oleh Chomsky dalam bingkai syntacticstructure atau lebih dikenal transformational grammar. Dari keempat proposisi yang ditawarkan wardhaugh kita bisa memilih opsi ketiga dan menyaksikan romantisme yang terjadi antara bahasa dan budaya. literasi yang kreatif akan membawa pada tingkatan berbahasa dan berbudaya yang baik, ataupun berbahasa dan berbudaya kreatif akan melahirkan literasi yang baik.

Tinggalkan Balasan

Eksplorasi konten lain dari Madurapers

Langganan sekarang agar bisa terus membaca dan mendapatkan akses ke semua arsip.

Lanjutkan membaca