Lupis: Warisan Manis yang Terikat Waktu dan Tradisi

Madurapers
Lupis, simbol kuliner Jawa yang sarat makna dan tradisi, tetap bertahan di tengah arus modernisasi. Hidangan berbahan dasar ketan ini tak pernah absen dari pasar tradisional, menyapa pagi dengan aroma manis yang membangkitkan kenangan.
Lupis, simbol kuliner Jawa yang sarat makna dan tradisi, tetap bertahan di tengah arus modernisasi. Hidangan berbahan dasar ketan ini tak pernah absen dari pasar tradisional, menyapa pagi dengan aroma manis yang membangkitkan kenangan. (Sumber foto: Kanal YouTube Ceceromed Kitchen, 2020)

Beras ketan direndam selama enam jam bersama garam dan pewarna hijau, lalu dibungkus dan dikunci dengan tusuk gigi. Proses ini membutuhkan ketelatenan, tapi justru di situlah nilai budaya itu dirawat.

Setelah direbus selama 10 menit dan didiamkan dalam panci tertutup selama 30 menit, Lupis siap dihidangkan. Ditaburi kelapa dan disiram gula merah, rasanya manis, legit, dan sedikit asin—kombinasi sempurna yang sulit dilupakan.

Di balik popularitas makanan kekinian, Lupis tetap bertahan sebagai simbol perlawanan halus terhadap modernitas kuliner. Di pasar, di rumah, dan di hati mereka yang tumbuh bersama kenangan, Lupis tak pernah kehilangan tempatnya.

Lupis bukan sekadar pangan, tetapi pengikat antar-generasi yang tak terlihat tapi terasa. Ia mengajarkan bahwa makanan bisa menjadi jembatan antara sejarah dan selera hari ini.

Resep Lupis tetap hidup melalui tangan-tangan yang sabar dan penuh cinta, membuktikan bahwa tradisi tak pernah benar-benar usang. Ia hanya butuh ruang untuk diceritakan kembali—dalam bentuk rasa, bentuk, dan cerita.