Matinya Sensitivitas Kemanusiaan karena Keserakahan akan Kekuasaan dan Materi

Madurapers
Kehancuran tatanan kehidupan manusia dan alam akibat matinya sensitivitas kemanusiaan karena keserakahan akan kekuasaan dan materi
Kehancuran tatanan kehidupan manusia dan alam akibat matinya sensitivitas kemanusiaan karena keserakahan akan kekuasaan dan materi (Dok. Madurapers, 2025).

Seorang pemikir humanisme menyatakan bahwa kebaikan hanya bertahan jika manusia memiliki kesadaran etis. Keserakahan mengaburkan batas antara benar dan salah dalam kehidupan sosial.

Manusia yang kehilangan kepekaan moral akan membangun sistem yang tidak adil. Keberpihakan terhadap kekuasaan dan materi menjadikan empati sesuatu yang langka.

Ketidakpedulian terhadap penderitaan sesama berawal dari obsesi terhadap keuntungan pribadi. Individu yang hanya mengejar kekayaan akan mengorbankan nilai kemanusiaan.

Para filsuf mengingatkan bahwa manusia harus mempertanyakan makna kekayaan dan kekuasaan. Jika nilai moral tidak menjadi dasar, maka peradaban hanya akan melahirkan kehampaan.

Dalam filsafat humanisme, kebebasan sejati ditemukan dalam kepedulian terhadap sesama. Ketika manusia terjebak dalam keserakahan, ia kehilangan kebebasan batinnya.

Masyarakat yang terlalu memuja materi akan mengalami krisis eksistensial. Tanpa fondasi nilai moral, struktur sosial hanya menjadi arena perebutan kepentingan.

Seorang filsuf menyatakan bahwa keadilan hanya bisa terwujud jika manusia mengutamakan nilai etis. Keserakahan menghambat terwujudnya keseimbangan dalam tatanan sosial.

Humanisme mengajarkan bahwa manusia harus kembali pada prinsip solidaritas. Keberlanjutan peradaban bergantung pada kesediaan individu untuk mengedepankan empati.

Peradaban akan mengalami kemajuan jika manusia tidak diperbudak oleh materi dan kekuasaan. Kesadaran moral harus menjadi fondasi dalam membangun dunia yang lebih adil.

Sensitivitas kemanusiaan hanya dapat dipulihkan dengan menghidupkan kembali nilai-nilai etika. Jika manusia gagal mengatasi keserakahan, maka kehancuran moral menjadi tak terelakkan.