Opini  

Membangun Etika Politik Jelang Pilkada Bangkalan 2024

Madurapers
Dwi Jaka Ketua PDPM Bangkalan periode 2023-2027
Dwi Jaka, Ketua PDPM Bangkalan periode 2023-2027 (Sumber foto: Istimewa, 2024).

Pilkada Kabupaten Bangkalan 2024 akan menjadi ajang persaingan politik yang diikuti oleh dua pasangan calon: Lukman-Fauzan dan Mathur-Jayus. Persaingan politik yang semakin dinamis menjelang pemilihan ini menuntut adanya komitmen dari semua pihak untuk menjaga etika dan moralitas politik dalam setiap langkah kampanye.

Hal ini sangat penting agar proses demokrasi berjalan dengan baik, damai, dan bermartabat, sesuai dengan prinsip-prinsip demokrasi Pancasila. Politik tidak hanya dimaknai sebagai perebutan kekuasaan, tetapi juga sebagai sarana untuk menegakkan kemaslahatan umum (kebaikan bersama).

Fikih siyasah, sebagai cabang hukum Islam yang mengatur tentang tata kelola politik dan pemerintahan, menawarkan prinsip-prinsip moral yang dapat dipegang oleh para politisi.

Salah satu kaidah penting dalam f ikih siyasah adalah: ” ةحلصملاب طونم ةيعرلا ىلع فرصتلا “ “Kebijakan seorang pemimpin harus selalu bertujuan untuk kemaslahatan rakyatnya.”

Kaidah ini menuntut setiap calon pemimpin untuk mengedepankan kepentingan masyarakat dalam setiap tindakan politik, terutama saat berkampanye. Artinya, kampanye yang dilakukan harus bertujuan untuk memperbaiki kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan, bukan hanya untuk meraih kekuasaan dengan menghalalkan segala cara.

Selain itu, ada kaidah penting lainnya yang relevan dalam konteks politik dan kampanye: “حلاصملا بلج ىلع مدقم دسافملا ءرد” “Mencegah kerusakan lebih diutamakan daripada mengambil manfaat.

Kaidah ini memiliki makna mendalam bahwa dalam setiap keputusan atau tindakan politik, prioritas utama adalah menghindari segala bentuk kerusakan atau keburukan, bahkan jika tindakan tersebut tampaknya dapat memberikan manfaat atau keuntungan politik dalam jangka pendek.

Dalam konteks Pilkada, kaidah ini menegaskan bahwa tindakan politik yang dapat menimbulkan kerusakan sosial, moral, atau budaya harus dihindari dengan tegas, meskipun t indakan tersebut mungkin memberikan keuntungan elektoral.

Misalnya, kampanye yang menggunakan black campaign (kampanye hitam) atau menyebarkan informasi palsu mungkin secara jangka pendek efektif untuk menjatuhkan lawan politik, tetapi dampaknya jauh lebih buruk bagi masyarakat. Tindakan ini bisa merusak kepercayaan publik, memecah belah persatuan, dan menghancurkan nilai-nilai moral yang seharusnya dijaga dalam kehidupan bermasyarakat.

Menjaga moralitas politik di tengah persaingan dalam suasana persaingan politik yang semakin intensif, para calon diharapkan tidak hanya berfokus pada kemenangan, tetapi juga harus tetap memegang teguh nilai-nilai etika dan moral.