Bangkalan – Memasuki bulan Ramadan, istilah “takjil” menjadi sangat akrab di telinga umat Islam di Indonesia. Kata ini sering merujuk pada makanan atau minuman ringan yang disajikan saat berbuka puasa.
Secara etimologis, “takjil” berasal dari bahasa Arab “ta’jil” yang berarti “penyegeraan”. Dalam konteks puasa, istilah ini mengacu pada anjuran untuk menyegerakan berbuka saat waktu maghrib tiba. Namun, di Indonesia, maknanya berkembang menjadi sebutan untuk hidangan pembuka saat berbuka puasa.
Tradisi takjil di Indonesia memiliki sejarah panjang. Catatan sejarah menunjukkan bahwa pada pertengahan abad ke-15, Wali Songo menggunakan tradisi takjil sebagai media dakwah untuk menyebarkan Islam di Jawa. Selain itu, Muhammadiyah, organisasi Islam yang didirikan pada 1912, juga berperan dalam mempopulerkan tradisi takjil di Tanah Air.
Beragam jenis takjil hadir di berbagai daerah di Indonesia. Di Aceh, misalnya, terdapat bubur pedas (ie bu peudah) yang khas dan disajikan saat berbuka puasa. Sementara itu, di Jawa Tengah, es cendol menjadi pilihan favorit dengan rasa manis dan segarnya.
Beberapa takjil populer lainnya antara lain kolak pisang, es buah, dan gorengan. Kolak pisang terbuat dari pisang yang dimasak dengan santan dan gula merah, menciptakan rasa manis yang lezat. Es buah menyajikan berbagai potongan buah segar yang disiram dengan sirup manis dan es serut, memberikan sensasi kesegaran saat berbuka. Gorengan seperti tempe mendoan atau bakwan sayur juga sering menjadi pilihan takjil karena rasanya yang gurih dan renyah.