Sikap toleran, papar Mahfud, tidak cukup hanya mengatakan toleransi dan membiarkan ada orang berbeda, namun ditingkatkan dalam akseptasi atau penerimaan yakni tidak hanya sekadar memaklumi perbedaan, tapi menerima untuk saling bekerjasama demi kemajuan bersama.
Mahfud mencontohkan, dalam konteks berbangsa dan bernegara, agama Kristen, Hindu, Budha dan Islam memiliki Kalimatun Sawa atau titik temu, yakni visi yang sama dalam membangun bangsa yang bisa dipertemukan.
“Misal, Kristen, Hindu, Budha, dan Islam punya Kalimatun Sawa, bahwa pemimpin harus adil, pemilu harus jujur, itu Kalimatun Sawa. Kalau saya mau beribadah hari Jumat, ya sholat Jumat, yang mau ke Gereja, ya silahkan ke gereja, itu bukan Kalimatun Sawa. Tapi membangun negeri itu bersama-sama, itulah Kalimatun Sawa,” tegas Mahfud.
Secara holistik, Mahfud yang juga alumni Pondok Pesantren Al-Mardiyah Pamekasan, mengakui bahwa JATMI senantiasa mendukung pemerintahan yang sah dan senantiasa berikhtiar meningkatkan kualitas sumber daya manusia Indonesia, melalui usaha dzikir, dan pengembangan di bidang mental dan spiritual melalui amalan thoriqiah.
Di hadapan Jamaah Thoriqoh ini, Mahfud memaparkan tiga jenis ekstrimisme yang dapat mengarah pada tindakan terorisme dan intoleransi, serta berpotensi memecah-belah persatuan bangsa, yaitu jihadis, takfiri, dan ekstremisme ideologis.
Jihadis, menurut Mahfud, adalah paling ekstrem yang meyakini melakukan pembunuhan kepada orang lain yang tidak sepaham, atau bahkan membunuh orang dan kelompok tertentu yang dianggap menghalang-halangi terwujudnya paham mereka.