Menyelami Kedalaman Manusia: Eksplorasi Filosofi Eksistensialisme

Eksistensialisme lahir di era yang terpenuhi dengan keraguan dan ketidakpastian, menjadi respons yang kuat terhadap pergolakan budaya dan kehampaan yang dirasakan oleh banyak orang di abad ke-20
Eksistensialisme lahir di era yang terpenuhi dengan keraguan dan ketidakpastian, menjadi respons yang kuat terhadap pergolakan budaya dan kehampaan yang dirasakan oleh banyak orang di abad ke-20 (Dok. Madurapers, 2024).

Bangkalan – Di antara lautan pemikiran yang menghiasi dunia intelektual, ada satu aliran yang memikat hati dan membangkitkan pertanyaan esensial tentang keberadaan manusia: eksistensialisme. Sebagai sebuah faham filosofis yang menyoroti makna eksistensi individu, eksistensialisme menuntun kita pada perjalanan refleksi mendalam tentang hakikat hidup dan keterbatasan manusia.

Eksistensialisme, paham filosofis, ini lahir di era yang terpenuhi dengan keraguan dan ketidakpastian, menjadi respons yang kuat terhadap pergolakan budaya dan kehampaan yang dirasakan oleh banyak orang di abad ke-20.

Di tengah pergulatan perang dunia dan pergolakan sosial, pemikir seperti Soren Kierkegaard, Friedrich Nietzsche, dan Jean-Paul Sartre merajut jaringan konsep yang membangkitkan kesadaran akan kebebasan, tanggung jawab, dan makna hidup.

Salah satu pijakan penting dalam paham filosofis ini adalah gagasan tentang “kebebasan absolut”. Manusia, menurut pandangan eksistensialis, dilahirkan ke dalam dunia yang tanpa makna inheren.

Tidak ada tujuan yang ditentukan sebelumnya; kehidupan adalah kanvas kosong yang menanti sentuhan subjek untuk memberikan makna padanya. Dalam kebebasan ini, manusia dihadapkan pada pilihan dan tanggung jawab yang tak terhindarkan atas tindakan dan eksistensinya.

Namun, dengan kebebasan juga datang ketakutan yang melanda. Kekhawatiran akan ketidakpastian, ketidakmampuan untuk menemukan makna yang objektif, dan kesendirian yang menyertainya merajalela dalam pemikiran eksistensialis.

Seperti yang digambarkan oleh Kierkegaard, manusia sering merasa terjerat dalam paradoks eksistensi, di antara kewajiban moral, dorongan emosional, dan kebutuhan akan kebebasan.

error:

Eksplorasi konten lain dari Madurapers

Langganan sekarang agar bisa terus membaca dan mendapatkan akses ke semua arsip.

Lanjutkan membaca