Selain itu, eksistensialisme menyoroti aspek individualitas dalam pengalaman manusia. Setiap individu dianggap sebagai entitas yang unik, dengan realitasnya sendiri yang didefinisikan oleh pengalaman subjektifnya. Ini menegaskan pentingnya otonomi individu dan menantang pandangan-pandangan yang mengabaikan keunikan setiap manusia.
Jean-Paul Sartre, salah satu pemikir eksistensialisme yang paling berpengaruh, mengembangkan konsep “kesadaran akan kesadaran”. Menurutnya, manusia tidak hanya menyadari keberadaannya sendiri, tetapi juga menyadari kemampuan untuk memilih dan bertanggung jawab atas tindakannya.
Dalam sudut pandang Sartre, kebebasan berjalan beriringan dengan tanggung jawab, dan tidak ada alasan atau entitas luar yang dapat membenarkan tindakan manusia.
Namun, eksistensialisme juga menimbulkan pertanyaan-pertanyaan yang menantang. Bagaimana manusia dapat menemukan makna dalam dunia yang tampaknya absurd dan tanpa arah? Apakah kebebasan sejati berarti bahwa manusia benar-benar bebas dari determinisme dan faktor-faktor luar?
Meskipun tidak semua orang menerima eksistensialisme dengan tangan terbuka, pengaruhnya terhadap pemikiran modern tidak bisa diabaikan. Aliran ini telah mengilhami berbagai bidang, termasuk sastra, seni visual, psikologi, dan bahkan teologi.
Dengan mengeksplorasi kompleksitas dan paradoks manusia, paham filosofis ini terus membangkitkan minat dan refleksi mendalam tentang hakikat keberadaan kita.
Dalam akhirnya, paham filosofis ini membebaskan kita untuk menjelajahi kedalaman diri dan menemukan makna dalam keterbatasan kita sebagai manusia.
Melalui pemahaman eksistensialisme, kita diajak untuk menyadari bahwa keberadaan kita adalah suatu misteri yang tak terpecahkan, namun tetap berharga untuk dihidupi dengan penuh keberanian dan kesadaran akan kebebasan yang kita miliki.