Trunojoyo melarikan diri ke daerah pegunungan di sekitar Malang, namun akhirnya ditangkap pada 27 Desember 1679. Ia kemudian dibawa ke hadapan Amangkurat II di Payak.
Pada 2 Januari 1680, Trunojoyo dieksekusi atas perintah Amangkurat II. Eksekusi ini menandai berakhirnya pemberontakan yang dipimpinnya dan mengukuhkan kembali kekuasaan Mataram.
Meskipun pemberontakannya gagal, Trunojoyo dikenang sebagai pahlawan oleh masyarakat Madura. Namanya diabadikan dalam berbagai institusi, seperti Universitas Trunojoyo di Bangkalan dan Bandara Trunojoyo di Sumenep.
Kisah Pangeran Trunojoyo menjadi simbol perlawanan terhadap penindasan dan ketidakadilan. Ia dianggap sebagai tokoh yang berani menentang kekuasaan yang korup dan sewenang-wenang.
Pemberontakan Trunojoyo juga menunjukkan kompleksitas politik di Jawa pada abad ke-17, di mana konflik internal dan campur tangan asing saling mempengaruhi. Peristiwa ini menjadi pelajaran penting dalam sejarah Indonesia.
Hingga kini, Trunojoyo tetap menjadi inspirasi bagi perjuangan melawan ketidakadilan. Semangatnya terus hidup dalam ingatan kolektif masyarakat Madura dan Indonesia.
Pangeran Trunojoyo adalah simbol keberanian dan tekad dalam menghadapi penindasan. Namanya akan terus dikenang sebagai pahlawan yang berjuang demi keadilan dan kebebasan.